Daily News | Jakarta – “Saya berharap Hari Raya Idul Adha ini adalah momentum pemerintah Prabowo dan jajarannya melakukan revolusi ekonomi. Bukan hanya berbagi dan berkurban hewan saja di beberapa hari raya, tapi memang ada tindakan nyata keberpihakan kepada rakyatnya.”
Begitu dikatakan Tokoh Perubahan Anies Baswedan bahwa kesenjangan dan ketimpangan bukankah takdir yang diterima manusia tetapi karena sistem yang tidak adil dan merata, perlu didukung dan diapresiasi. Karena itu harus dilakukan upaya dan usaha bersama untuk meminimalisir kesenjangan itu. Bahwa kemerdekaan yang kita raih harus diikuti oleh kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seluruhnya.
Pengamat ekonomi dan perbankan syari’ah yang juga Ketua Umum simpul relawan Rumah Bagonjong Ben Bendri Ermanto menyatakan hal itu kepada KBA News, Sabtu, 7 Juni 2025 menanggapi pernyataan mantan Gubernur DKI Jakarta yang juga mantan Capres 2024 Anies Rasyid Baswedan yang disampaikannya ketika bertindak sebagai Khotib solat Hari Raya Idul Adha, Jum’at kemarin, di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan yang dihadiri ribuan umat yang melakukan solat berjamaah Hari Raya Qurban itu.
Menurut Anies, kesenjangan yang terjadi bukan karena sebuah takdir tetapi akibat sistem yang tidak pernah diperbaiki dan dikoreksi. Di tengah masyarakat, katanya, kesenjangan yang terjadi begitu nyata dan membuat hati resah dan galau tetapi sistem membiarkan itu terjadi tanpa koreksi. Ada orang banyak makan di restoran mewah tetapi pada saat yang sama banyak anak-anak dan orang-orang miskin memungut sampah demi sesuap nasi untuk bertahan hidup.
Ketimpagan lain, kata mantan Menteri Pendidikan di era awal Jokowi itu, terlihat nyata banyaknya mobil mewah yang berseliweran dan berpapasan dengan gerobak pedagang kecil. Yang satu menghabiskan duit demi kemewahan, sementara yang lain berjuang mati-matian mencari uang untuk mempertahankan hidup.
Bagi mantan Rektor Paramadina tersebut, semua itu harus diperbaiki. Yang kaya semestinya mempunyai rasa setia kawan yang tinggi. Sedangkan yang kecil diberikan kesempatan untuk menjadi besar. Slogan Anies adalah yang kecil dibesarkan, tanpa mengecilkan yang besar. Inilah yang ingin dilakukan Anies di saat Pilpres 2024 lalu, melalui konsepnya tentang pemerataan ekonomi untuk semua lapisan masyarakat.
Anies nampaknya konsisten dengan apa yang diperjuangkannya di Pilpres lalu. Hal yang sama kembali disampaikan oleh Anies dalam khotbah sholat Idul Adhanya di Mesjid Agung Al Azhar Jakarta Jum’at kemarin. “Sikap seperti itulah yang mestinya dipegang oleh pemimpin rakyat, Sayang, sejak 10 tahun lalu hingga saat ini, pemimpin yang seperti itu cuma slogan dan omon-omon saja,” kata Ketua DPW Asosiasi Penambang Rakyat (APRI) Sumbar itu.
Sepakat dengan Anies
Sebagai seorang pengamat ekonomi dan perbankan syariah, Ben sangat sepakat dengan pernyataan Aniies tersebut. Karena pemerataan ekonomi saat ini menurut kacamatanya sangat timpang, selama 10 tahun pemerintahan sebelumnya ekonomi Indonesia dikelola ambrudul dan tidak jelas arahnya, dan terlalu jauh melencemg dari Pancasila dan UUD 1945.
Dia juga setuju dengan pernyataan Anies bahwa ketidakadilan merupakan penyebab utama runtuhnya sebuah peradaban, sebagaimana diungkap Cendikiawan Muslim ternama abad ke 14 Ibnu Khaldun dalam kitab Mukhadimah yang sangat terkenal itu. Khaldun menuliskan bahwa ketidakadilan akan menghacurkan peradaban. Lambat laun kejayaan sebuah kaum akan hancur jika tidak didasari dengan keadilan di mana ketimpangan sosial terjadi sangat akut.
Dikatakan oleh perantau Minang dari Pariaman itu, Indonesia adalah Negara kaya raya yang seharusnya masyarakatnya sejahtera dan makmur, tetapi nyatanya malah masih 9, 03% atau sekitar 25,22 juta masih berada di bawah garis kemiskinan [ BPS Maret 2024 ]. Bahkan Pernyataan Bank Dunia lebih mengejutkan lagi yang memberikan estimasi bahwa 60, 3% atau 171, 8 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, indikasi kemiskinan tersebut berbanding lurus dengan tren kenaikan kriminilitas di Indonesia yang menunjukkan kenaikan signifikan. Salah satu pemicunya adalah “kesulitan ekonomi” yang mendorong orang untuk melakukan tindakan kejahatan. untuk penataan ekonomi yang berpihak kepada pelaku usaha kecil dan sektor informal seperti pedagang kaki lima, ojek online, buruh dan pekerja informal lainnya.
Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu dan pemberantasan korupsi harus diperkuat dengan visi yang jelas. Pemerintah akan mendapat simpati dari rakyatnya jika betul-betul peduli dengan keadaan dan kesulitan rakyatnya. “Saya berharap Hari Raya Idul Adha ini adalah momentum pemerintah Prabowo dan jajarannya melakukan revolusi ekonomi. Bukan hanya berbagi dan berkurban saja di beberapa hari raya, tapi memang ada tindakan nyata keberpihakan kepada rakyatnya,” demikian Ben Bendri Ermanto. (AM).