Daily News | Jakarta – Sejumlah tokoh masyarakat telah mendeklarasikan berdirinya Kembali Partai Masyumi pada Sabtu (7/11) lalu atau bertepatan dengan 75 tahun peringatan lahirnya partai tersebut.
Pada era Pemilu 1955, partai lawas Masyumi menjadi partai ideologis Islam yang besar dan diperhitungkan di kancah perpolitikan Indonesia.
Kala itu Masyumi meraih 7.903.886 suara, mewakili lebih dari 20 persen suara rakyat serta meraih 57 kursi di parlemen. Mereka menjadi partai kedua dengan perolehan suara terbesar setelah Partai Nasional Indonesia (PNI).
Namun, usia partai Masyumi kala itu tak panjang. Pada 1960, Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno di bawah pengaruh PKI dengan tuduhan beberapa anggotanya terlibat dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) Permesta.
Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat telah menjadi saksi lahirnya kembali Masyumi. Dalam deklarasinya, Partai Masyumi ‘Reborn‘ berjanji akan berjihad demi terlaksananya ajaran dan hukum Islam di Indonesia melalui Masyumi.
Kebangkitan Masyumi kali ini diklaim sudah ditunggu-tunggu umat Isam guna hidupnya Kembali partai Islam berideologi seperti Partai Masyumi pada masa lalu.
Kini, struktur Majelis Syuro Partai Masyumi sudah resmi terbentuk untuk menjalankan tugas-tugas partai. Lebih dari 30 anggota yang terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat, hingga aktivis tergabung dalam struktur tersebut.
CNNIndonesia.com berkesempatan mewawancarai Ketua Majelis Syuro Partai Masyumi, Abdullah Hehamahua guna menggali latar-belakang visi dan misi Masyumi ke depan. Inilah catatan wawancara itu.
Masyumi mengalami pasang surut, boleh Anda ceritakan sampai akhirnya terpikir membentuk Masyumi Reborn?
Sebenarnya ceritanya panjang. Jatuhnya Orde Lama membuat para pimpinan Masyumi yang dipenjarakan oleh rezim Orde Lama pada tahun 1965 lalu bisa bebas. Kemudian, mereka meminta rehabilitasi kembali nama Masyumi yang dibubarkan paksa Presiden Pertama RI, Sukarno tahun 1960 kepada rezim Orde Baru saat itu. Tapi kemudian pemerintah Orde Baru tidak mengizinkan rehabilitasi Masyumi.
Lantas Pimpinan Masyumi berstrategi. Mereka membentuk sebuah partai sebagai kelanjutan Masyumi dengan nama Parmusi. Parmusi menggelar Muktamar pertama kemudian terpilih pak Muhammad Roem sebagai Ketua Umum Parmusi. Lalu pemerintah Orba membekukan Parmusi untuk digabung ke dalam PPP.
Lalu tahun 1982 setelah pemilu, kita dengar ada info bahwa Soeharto akan lengser. Melihat isu itu, Saya yang waktu itu aktif di organisasi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia bersama-sama generasi Masyumi pertama. Ada Pak Muhammad Natsir, Pak Muhammad Roem, Pak Burhanuddin Harahap dan tokoh-tokoh Masyumi lainnya.
Kita memiliki rencana mengajukan kembali rehabilitasi nama Masyumi ke Soeharto. Dan ditunjuklah Pak Burhanuddin Harahap sebagai ketua persiapannya saat itu. Namun hal itu tak pernah terjadi. Kemudian meletus peristiwa Tanjung Priok tahun 1984. Setelah peristiwa itu saya hijrah ke Malaysia.
Singkat cerita, tahun 1998 terjadi reformasi. Soeharto lengser. Angin reformasi berhembus. Lalu Dewan Dakwah 1998 kembali melakukan Musyawarah Besar seluruh Indonesia di Jakarta.
Saya dipanggil pulang dari Malaysia untuk ikut Mubes itu. Dan dalam Mubes Dewan Dakwah itu salah satu keputusan komisi politiknya mengamanahkan Dewan Dakwah menggelar Kongres Umat Islam dan membentuk partai Islam.
Singkat cerita, Kongres Umat Islam digelar di Jakarta 1998. Lalu, rekomendasi dari Kongres itu mengamanatkan untuk membentuk Partai Islam dengan beberapa alternatif. Pertama merehabilitasi Masyumi. Kedua, PPP harus direnovasi seperti ganti nama, ganti lambang dan mengganti azaz.
Kemudian tim yang dibentuk dari Kongres Umat Islam itu menemui Ketum PPP saat itu, Ismail Hasan Metareum membicarakan hasil rekomendasi kongres. Metareum tak menyetujuinya karena PPP belum siap untuk renovasi.
Maka, panitia memutuskan pada keputusan awal untuk rehabilitasi Masyumi. Diproseslah surat rencana rehabilitasi dan pembentukan kembali Masyumi.
Setelah itu, tim bertemu dengan Presiden Habibie agar menyetujui dan meminta merehabilitasi kembali Masyumi. Namun, Habibie bilang pihak militer belum siap untuk merehabilitasi Masyumi. Habibie bilang pakai saja nama Bulan Bintang. Dari situlah awalnya tercetus pembentukan Partai Bulan Bintang (PBB).
Namun, karena amanat kongres harus merehabilitasi Masyumi, maka tim itu tetap membentuk lagi Partai Masyumi pada tahun 1998. Saya jadi Ketua Umumnya. Masyumi lantas ikut pemilu 1999. Saat tahun 1999 itu Masyumi dapat 1 kursi DPR pusat dan puluhan kursi DPRD di seluruh Indonesia. Setelah itu Masyumi meredup bahkan tak terdengar lagi namanya?
Masyumi dikerjain berbagai pihak saat pendaftaran untuk ikut Pemilu 2004. Kemudian berimplikasi gak lolos pemilu 2004. Bahkan, kala itu ada yang bilang sebagai bergaining position, ‘asal Masyumi bergabung dengan Partai Bulan Bintang, saya akan dijadikan Ketua KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi]’. Tapi saya tolak. Ngapain ke KPK kemudian saya gadaikan nama partai.
Melihat ini, saya bilang ke teman-teman [pengurus Masyumi], yasudah gak usah macam-macam, di proses saja. Kalau lolos pemilu ya gapapa, gak lolos juga gapapa. Dan akhirnya gak lolos. Jadi Masyumi gagal mengikuti pemilu 2004. Setelah itu maka saya putuskan bekerja di KPK.
Sejak kapan rencana pembentukan Masyumi kembali menguat?
Tahun 2019 ketika saya dan beberapa teman yang aktif di Dewan Dakwah bertemu saat umrah di Madinah, Saudi. Dari pertemuan itu saya diundang oleh teman saya untuk menghadiri sebuah pertemuan untuk membentuk partai Islam baru setiba di Jakarta nanti.
Saat menghadiri rapat itu, saya katakan saya enggak setuju dibentuk partai baru. Karena hal itu tak sesuai hasil rekomendasi Mubes Dewan Dakwah tahun 1998 silam. Kemudian terjadi perdebatan teknis di internal dewan dakwah.
Akhirnya Dewan Dakwah sepakat membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII) yang bertujuan membentuk partai Islam. Alhasil, BPUPPII merekomendasikan mendirikan kembali Partai Masyumi.
Meski begitu, saya berikan syarat yang ketat bila mau mendirikan Masyumi lagi. Antara lain, orang-orang yang mengisi jajaran pengurus harus punya integritas. Lalu, jangan terlalu memaksakan ikut Pemilu 2024 bila UU Pemilu dan UU Parpol belum direvisi oleh DPR.
Alhasil, kita tentukan tanggal deklarasi pembentukan kembali Partai Masyumi 7 November 2020. Awalnya ingin digelar di Yogyakarta sebagai tempat dibentuknya Masyumi di tahun 1945. Namun keadaan sedang pandemi. Maka disepakati kita tasyakuran saja 75 tahun Masyumi di kantor Dewan Dakwah, Jakarta Pusat sekalian mengumumkan kembalinya Masyumi.
Siapa saja tokoh yang hadir di rapat awal pembahasan itu?
Kalau yang ikut rapat inisiasi pembentukan Masyumi itu ada banyak. Ada saya, ada Ketua Dewan Dakwah Pak Muhamamad Siddiq, ada Wakil Ketua Pembina Dewan Dakwah, Kiai Cholil Ridwan ada Pak Abbas Thaha, ada Masri Sitanggang, ada MS Kaban, beberapa nama lagi.
Apa yang membedakan Partai Masyumi di tahun 1945, 1998 dan Masyumi di 2020 ini?*
Perbedaan Masyumi pada tahun 1945, 1998 dan sekarang terletak pada struktur yang punya kekuasaan tertinggi. Masyumi saat ini yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah di tingkat Majelis Syuro. Itu diisi oleh para ulama, tokoh masyarakat hingga aktivis.
Kalau Masyumi 1945 dan Masyumi 1998 dulu yang punya kekuasaan tertinggi eksekutif atau Ketum. Nah, sekarang kekuasaan tertinggi di Majelis Syuro. Majelis Syuro yang menetapkan eksekutif. Eksekutif cuma melaksanakan.
Visi apa yang diusung Masyumi sekarang?
Sesuai dengan AD/ART Partai Masyumi, melaksanakan ajaran dan hukum Islam secara pribadi, orang perorang, bangsa dan negara dalam negara NKRI untuk menciptakan masyarakat adil makmur yang di ridai oleh Allah.
Sehingga, visinya kita jelas bagaimana supaya Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 29 dan 33, bagaimana negara menciptakan keadilan kesejahteraan bagi bangsa dan negara.
Apakah Struktur Kepengurusan Masyumi sudah hadir di seluruh Indonesia?
Jadi struktur partai terbentuk kembali itu ada di 29 provinsi. Jadi 5 [provinsi] lagi Insyallah [akan menyusul dibentuk]. Karena sesuai Undang-undang Parpol kan harus ada kepengurusan di semua provinsi.
Masyumi Ikut Pemilu 2024?
Kalau misalnya UU Pemilu dan UU Parpol yang sekarang tidak diubah, maka kemudian Masyumi dipastikan tidak akan ikut. Karena aturan-aturan yang ada sekarang tak memberikan keadilan bagi parpol. Kita akan fokus pada dakwah dan pengkaderan.
Namun sebaliknya, bila nanti UU Pemilu, UU Pilpres, UU parpol dilakukan amandemen dan memberikan keadilan, kemudian Insyaallah Masyumi ikut pemilu 2024, tutup Abdullah Hehamahua. (DJP)