Daily News | Jakarta – Label Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dilekatkan pada proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK-2), rupanya hanya upaya ‘menipu publik’ (kamuflase) belaka. Ada indikasi mereka melakukan pemaksaan kepada rakyat agar melepaskan tanah dan properti mereka kepada PIK-2 dengan harga murah dan tidak pantas.
Kuasa Hukum Penggugat Proyek PIK-2 Juju Purwantoro menyatakan hal itu kepada KBA News, Ahad, 8 Desember 2024 menanggapi perkembangan terbaru di kawasan itu. “Pihak pengembang PT Agung Sedayu Grup yang dimiliki oleh Aguan dan kroni-kroninya melakukan kerja tidak pantas secara sistematis untuk melakukan pemaksaan kepada rakyat disertai intimidasi dan ancaman,” kata alumni Fakultas Hukum UI itu.
Ironisnya, kegiatan pemaksaan itu dilakukan oleh aparat yang semestinya melindungi rakyat. Mereka antara lain adalah Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang yang juga Kepala desa Belimbing, Maskota, aparatur Pemda seperti Camat, Lurah termasuk para preman bayaran. Tindakan mereka di lapangan sangat nyata berpihak kepada Developer.
“Mereka terlibat dalam aktifitas premanisme (pemaksaan) agar warga menjual lahannya dengan harga yang sangat murah (30rb – 50ribu/m2) secara sepihak. Warga dipaksa dengan upaya tipu daya supaya melepas hak jual lahannya secara sepihak kepada PT.Agung Sedayu Grup,” kata lawyer yang kerap membela rakyat secara hukum di pengadilan itu.
Rakyat Dipaksa Jual
Dijelaskannya, telah terjadi pemaksaan penjualan terhadap rakyat, walaupun ada surat dari Kemenko Perekonomian No. 6 Tahun 2024, tgl 15 Mei 2024 dan Surat Komite Percepatan Penyedia Infrastruktur (KPPIP) No PK.KPPIP/55/D.IV.M.EKON.KPPIP/06/2024, tgl 4 Juni 2024. Demikian juga adanya penegasan melalui Surat Keterangan dari PT. Mutiara Intan Permai sebagai Badan Usaha Pengelola dan Pengembang PSN PIK-2 Tropical Coastland.
Ketiga dokumen itu menjelaskan bahwa yang masuk bagian PSN PIK-2 adalah seluas 1.755 Ha, yang terdiri dari; Taman Bhinneka/ 54 Ha, Safari Zoo/126 Ha, Golf Course/ 135 Ha, Wisata Mangrove/ 302 Ha, Sirkuit Internasional/ 217 Ha, dan Ecotourism/687 Ha, tidak tercantum sama sekali peruntukannya untuk perumahan swasta dan sarana prasarana pendukungnya.
“Demikian juga ditegaskan oleh pernyataan Menteri ATR/Kepala BPN, dan Wakil Ketua DPD RI, bahwa PSN PIK-2 bermasalah, karena lokasinya berada di hutan lindung. Jadi ada pelanggaran hukum, karena faktanya- ada PSN di lokasi lahan yang justru milik rakyat dan rakyat dipaksa untuk melepaskannya dengan harga yang sangat murah,” tambahnya.
Ditambahkannya, Kuasa Hukum Korban PSN PIK-2 sudah mengajukan ligitasi (penyelesaian hukum lewat pengadilan atas pengembang proyek itu. “Kami sudah mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melawan Aguan dkk. Pihak Pengadilan sudah merigestrasi dan sidang perdana akan dilakukan pada Senin, 16 Desember,” demikian Juju Purwantoro. (AM)