Daily News | Jakarta – Kontroversi yang dilakukan oleh Gibran tersebut sebelumnya pernah dilakukan oleh Presiden Jokowi. Saat masih menjabat Kepala Negara, ia juga membagikan bansos dengan atas nama pribadinya.
begitulah, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membagikan bantuan sosial untuk warga yang terdampak banjir di Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, pada Kamis, 28 November 2024.
Pembagian bansos ini mendapat banyak respons. Hal itu karena label “Bantuan Wapres Gibran” yang tercantum di tas pembungkusnya. Tas berwarna biru itu juga mencantumkan gambar Istana Wakil Presiden.
Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Hafid Abbas mengatakan, pemerintah harus menjalaskan dari mana asal bantuan tersebut. Apakah dari APBN atau dari pribadi.
“Jika Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Presiden (Banpres) yang sumber pendanaannya dari APBN yang diperuntukan bagi penduduk miskin, namun jika pemanfaatannya disalahgunakan untuk membeli suara rakyat di Pilpres atau di Pilkada, maka siapa pun yang menyalahgunakan hak orang miskin itu, orang itu telah melakukan kejahatan maha sempurna,” katanya kepada KBA News, Minggu, 1 Desember 2024.
Menurutnya, jika itu yang terjadi, adalah jelas melanggar hukum. “Karena telah melanggar hukum, melanggar moral dan melanggar etika,” ujarnya.
Kontroversi yang dilakukan oleh Gibran tersebut sebelumnya pernah dilakukan oleh Presiden Jokowi. Saat masih menjabat Kepala Negara, ia juga membagikan bansos dengan atas nama pribadinya.
Hal itu pun menuai kritik dari banyak pihak. Itu karena suami Iriana tersebut dinilai telah mempolitisasi bansos yang dananya dari APBN alias uang rakyat Indonesia.
Warganet pun ramai-ramai membandingkan dengan bansos Pemprov DKI Jakarta saat Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur.
“Jadi ingat video Anies Baswedan yang memberikan bansos lalu bilang, ‘Ini bantuan dari warga Jakarta, saya cuma menyalurkan.’ Selain itu, Anies juga tidak pernah self-claimed itu bantuan dari beliau, tetapi mengatasnamakan Pemprov DKI. Kenapa sih yang lain tidak bisa seperti Anies? Bansos itu dari pajak kita juga, kan?” tulis akun @daph di platform X.
Pramono-Rano Campaign Team: Jakarta Pilkada Won in One Round
Senada dengan itu, Naufal Firman Yursak menulis, “Zaman Mas Anies jadi Gubernur, bansos tidak pernah disebut bantuan gubernur atau bantuan Anies, tapi bantuan Pemprov DKI Jakarta.”
Pengamat politik, Assoc. Prof. Dr. Khamim Zarkasih Putro, M.Si., menilai bahwa ada perbedaan signifikan antara Gibran dan Anies dalam distribusi bantuan sosial.
“Kalau di era Anies saat menjadi Gubernur, pembagian bansos benar-benar murni untuk membantu mereka yang membutuhkan. Bantuan tersebut terdistribusi secara merata dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Khamim saat dihubungi KBA News, Senin, 2 Desember 2024.
Sebaliknya, menurut Khamim, bansos bertuliskan Bantuan Wapres Gibran sarat dengan muatan politis. “Sehingga, tidak terlalu salah jika banyak pihak kemudian mengaitkan hal ini dengan persiapan kontestasi Pilpres 2029,” ujarnya.
Bernuansa politis
Khamim juga menyoroti bahwa perilaku politik Gibran cenderung berorientasi pada mobilitas vertikal. “Dalam arti mengejar jabatan-jabatan politik, yang—maaf—menghalalkan segala cara,” ungkapnya.
Hal ini, menurutnya, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip masyarakat demokratis. “Seharusnya ada fatsun politik yang baik, sehingga nilai-nilai etika dan moral tetap dijunjung lebih tinggi daripada aturan-aturan konstitusi.”
Ia menambahkan, “Secara legalitas formal, tidak ada salahnya jika seorang wakil presiden atau gubernur memberikan bantuan kepada masyarakat. Itu wajar, tetapi juga harus memperhatikan aspek etika dan kepantasan.”
Khamim juga mencatat bahwa masyarakat bisa dengan mudah membaca adanya nuansa politis dalam bantuan ini, yang bertujuan untuk menaikkan popularitas dan aksesibilitas politik. “Tentunya, hal ini menjadi catatan penting bagi kita semua.”
Pembodohan masyarakat
Selain nuansa politis, Khamim menilai bahwa bansos bertuliskan Bantuan Wapres Gibran mengandung unsur pembodohan masyarakat. “Ya, unsur pembodohan terhadap masyarakat memang jelas ada. Mengingat mayoritas masyarakat kita relatif belum terpelajar, banyak dari mereka mengalami salah persepsi. Mereka mengira bansos itu adalah sumbangan dari pribadi Gibran, padahal itu berasal dari APBN,” jelasnya.
Hal serupa, katanya, juga terjadi di beberapa daerah yang menggunakan APBD untuk bantuan sosial. “Itu jelas-jelas kekayaan milik masyarakat atau uang rakyat,” tegasnya.
Khamim menekankan pentingnya edukasi masyarakat mengenai asal dana bansos. “Pemimpin formal yang mendistribusikan bantuan seharusnya juga mencerdaskan masyarakat dengan menjelaskan bahwa sumber dana tersebut berasal dari APBN atau APBD, bukan dari uang pribadi.”
Namun, ia menyayangkan banyak masyarakat yang masih keliru mengira bantuan tersebut berasal dari uang pribadi. “Tampaknya, model seperti ini akan terus dilanjutkan. Artinya, masyarakat yang salah persepsi akan tetap dipelihara,” ungkapnya.
Khamim menegaskan, tujuan pembangunan bangsa adalah mencerdaskan kehidupan masyarakat. “Ini menjadi tanggung jawab kita semua, yang harus segera ditingkatkan kualitasnya,” pungkasnya. (HMP)