Daily News | Jakarta – Hati siapa yang tidak gundah dan tersentuh atas nasib rakyat kecil yang rumahnya digusur oleh petugas. Tanpa hati dan seperti mesin para petugas itu membulduzer rumah penduduk. Diiringi dengan pekikan ngeri, pilu dan tangis air mata ibu, perempuan dan anak-anak, petugas bekerja tanpa perasaan apapun. Sementara para laki-laki yang menyaksikn rumah mereka digusur hanya diam tanpa mampu melawan.
Maka Bunda Merry SAg, perempuan setengah baya itu bereaksi keras. Dia berteriak dan memprotes. Tetapi, perjuangannya seperti melawan tembok. Ya, tembok kekuasaan yang banal, angkuh dan tanpa hati. “Saya berteriak melawan. Tetapi tidak berdaya. Hanya itu yang bisa saya lakukan melihat bulduzer itu merubuhkan rumah rakyat satu persatu,” kata perempuan berjilbab itu kepada KBA News, Selasa, 14 Januari 2023.
Video perlawanannya yang menimbulkan simpati itu muncul di channel Youtube, Senin kemarin. Sayang tayangan heroik itu belum viral. Hingga pagi ini, setelah 17 jam penayangan, baru ditonton oleh 300 orang, disukai oeh 30 orang dan mendapat komen dari lima orang. Nampaknya aksi pembelaan terhadap rakyat yang tergusur itu kurang mendapat perhatian.
Video berdurasi sekitar tiga menit itu diambil di Desa Natar Kabupaten Lampung Selatan yang tidak jauh dari ibukota Provinsi Lampung, Bandarlampung. Peristiwa itu terjadi pada hari Senin kemarin ketika petugasan dari PTPN-I, BUMN bidang Perkebunan, merubuhkan rumah-rumah penduduk. Bunda Merry bereaksi membela rakyat yang terdiri dari 160 KK. Dengan suara nyaring dengan gerakan tubuh yang bergerak cepat dia beraksi. Tetapi para Polwan sigap untuk menenangkannya.
Perempuan berusia 51 tahun itu bukanlah penduduk yang terdampak dalam penggusuran itu. Dia adalah warga Kotabumi, Lampung Utara yang jaraknya sekitar 100 Km dari lokasi kejadian. Dia datang karena simpati dan keberpihakan kepada rakyat yang tergusur dan tertindas. “Saya selalu tidak bisa menerima jika rakyat dizolimi dan pemerintah diam saja,” kata Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Lampung Utara itu.
Konflik Rakyat-PTPN
Kasus penggusuran di Natar itu bermula dari tanah PTPN-1 dikuasai oleh rakyat yang tidak memiliki tanah belasan tahun lalu. Mulanya rakyat datang satu persatu dan mendirikan rumah sedangkan PTPN membiarkan. Setelah belasan tahun dan desa Natar berkembang mekar menjadi empat desa, makin banyak warga yang datang membangun rumah.
Beberapa tahun lalu, PTPN menggugat ke pengadilan hak atas tanah mereka yang dikuasai rakyat. Di setiap jenjang peradilan rakyat pemukim selalu kalah. Kedudukan hukum mereka dipandang lemah karena cuma mempunyai sporadik yang dikeluarkan oleh kepala desa. Sedangkan PTPN mempunyai bukti lengkap dan kesejarahan yang pasti. Karena itu setiap beperkara ke MA, BUMN itu selalu menang.
Setelah keputusan Inkraag (tetap), PTPN akan mengambil kembali tanah mereka itu. Lalu terjadilah eksekusi di desa Natar itu. Menurut Merry, dalam keputusan MA yang akan dieksekusi disebutkan bahwa desanya ada Sidosari, tetapi Natar juga dilakukan hal yang sama. “Itu secara hukum tidak bisa diterima karena tempatnya salah,” kata peraih gelar sarjana Agama dari IAIN Raden Inten Bandarlampung itu.
Rakyat sendiri sadar bahwa tanah itu bukan milik mereka. Yang mereka tuntut adalah kelangsungan hidup mereka setelah mereka digusur dari rumah yang mereka bangun susah-payah selama belasan tahun. Pihak PTPN betil-betul tidak ambil perduli. Mereka mengambil tanah itu tanpa memberikan solusi kepada rakyat bagaimana hidup mereka setelah mereka tergusur dari tempat tinggal dan hidup mereka selama belasan tahun. Tidak ada ganti rumah karena PTPN menganggap rakyat sudah menguasai secara tidak sah tanah milik mereka.
“Pemerintah pun tidak hadir dalam menangani hidup rakyat yang miskin dan sengsara itu. Mereka diam saja. Polisi dan aparat keamanan hanya menjaga dan memastikan proses penggusuran berlangsung lancar dan aman. Negara tidak hadir pada saat rakyat memerlukan perhatian dan penanganan segera. Ratusan wanita dan anak-anak menderita karena penggusuran zalim itu. Negara gagal memberikan kesejahteraan dan keamanan kepada rakyatnya sendiri,” demikian Bunda Merry. (AM)
Discussion about this post