Daily News | Jakarta – “Kita minta kepada Presiden Priabowo untuk bersikap netral dan tidak berpihak dalam kasus ijazah palsu itu, baik ijazah Jokowi maupun Gibran. Negara ini sudah rusuh karena keluarga itu. Katakan yang benar adalah benar dan salah adalah salah, seperti yang sering bapak ucapkan.”
Pada masa yang akan datang pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik Pusat maupun daerah, yaitu Provinsi, Kabupaten dan Kota harus memperketat telaah mereka atas berkas calon yang mendaftar untuk ikut seleksi Pemilihan, terutama menyangkut keaslian ijazah. Hal itu penting dilakukan untuk memberantas penggunaan ijazah palsu, baik oleh Capres, Cagub, Cabup, Ca Walkot atau oleh Caleg di setiap jenjang.
Pegiat demokrasi dan hak-hak sipil yang juga Eksponen Angkatan Reformasi 98 Andrianto Andri menyatakan hal itu kepada KBA News, Jum’at, 5 September 2025 menanggapi makin berlarutnya masalah ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo dengan segala keanehan dan kontroversi di sekitarnya.
“Sudah hampir setahun kasus itu marak, sampai sekarang belum ada penyelesaiannya. Dibutuhkan stamina dan kesabaran yang tinggi untuk menghadapi masalah itu. Belum lagi masalah itu usai, sekarang sudah marak kecurigaan atas ijazah Wakil Presiden Gibran Rakamubing Raka. Dia diduga melakukan modus operandi seperti bapaknya. Memakai ijazah yang diduga keras palsu, baik waktu di Pilwalkot Solo maupun Pilpres tahun lalu,” kata mantan Sekjen Pro-Demokrasi (Prodem) itu.
Kontroversi ijazah Jokowi sudah memakan korban yaitu Bambang Tri dan Gus Nur yang diadili oleh PN Solo dengan tuduhan mencemarkan nama baik Jokowi. Mereka menuduh ijazah Jokowi palsu lalu mereka ditangkap dan dijatuhkan hukuman. Uniknya, selama persidangan berlangsung, pihak Jaksa selaku Penuntut Umum tidak pernah bisa menunjukkan ijazah asli Jokowi. Padahal iru yang terpenting dari kasus itu dan tidak bisa diselesaikan di pengadilan, tetapi keduanya dijatuhi hukuman penjara. Bambang Tri divonis 6 tahun sedangkan Gus Nur Sugih kena 4 tahun. Keduanya sudah bebas dari hukuman.
Tetapi, setelah Jokowi lengser pada 2022, kasus ini muncul lagi. Para pegiat demokrasi menyoal kembali kejelasan ijazah Jokowi. Dimotori tiga alumni UGM yaitu Roy Suryo, Rismon Sianipar dan Tifauziah Tyassuma mereka memberikan bukti-bukti yang lebih dari cukup bahwa ijazah Jokowi memang palsu. Jokowi merespon dengan menunjukkan pengacara dan melaporkan ketiganya ke pihak kepolisian.
Perkembangan terakhir, kata Roy Suryo, pihak polisi sudah mengadakan gelar perkara. “Kita merasa di atas angin dan yakin menang. Di dalam gelar perkara tadi kita paparkan argumen dan fakta ilmiah bahwa ijazah itu palsu. Piha pengacara Jokowi tidak memberikan fakta baru dan tidak pula menunjukkan ijazah asli. Mereka berkilah akan serahkan itu di pengadilan,” kata Roy dalam konperensi pers seusai gelar perkara tersebut.
Gibran lebih parah
Menurut Andri, kasus Gibran malah parah lagi dan masih seperti kasus bapaknya. Fakta yang dikumpulkan oleh para pegiat hukum demokrasi, yang tentunya harus diujicoba di pengadilan, dia diduga kuat, sebanyak tiga kali dia dikeluarkan dari SMK. “Pasti ada peristiwa penyebab yang membuat Gibran harus drop out. Ini yang perlu dilacak dan didalami,” kata mantan Ketua Humanika, lembaga kajian demokrasi dan hak-hak sipil itu.
Orang lalu mempertanyakan untuk apa dia berada beberapa waktu di Singapura dan Australia. Diduga keras dia ke sana untuk cari padanan SMK. Andri menduga, seperti bapaknya, riwayat pendidikan Gibran pun penuh dengan misteri. Kondisi ini cocok dengan kata pepatah: buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. “Atau kata istilah bahasa Inggris; Like Father Like Son,” katanya sambil tertawa.
Kekuatan sipil rakyat harus membuka kasus ini seterang-terangnya sehingga tidak ada yang drugikan. “Ini jelas skandal besar (big scandal) di Republik Indonesia. Bila disidik dan terbukti Gibran tidak memiliki ijazah selevel SMA maka otomatis pemakzulan (impeachment) dilakukan, karena syarat menjadi calon Preiden/Wapres adalah ijazah setara SMA. Dia bisa diadili dengan pasal ijazah palsu seperti yang terjadi pada pelawak Almarhum Nurul Qomar.
Andri berharap, jika kasus Gibran ini berlanjut, pihak penegak hukum harus segera bertindak profesional agar selalu mengabdi kepada kepentingan hukum dan keadilan sebagaimana adigium hukum: Tegakkan Keadilan walau langit runtuh (Latin: Fiat Justitia Ruat Caelum). Akan sangat tercela jika aparat hukum melawan apa yang menjadi adigium mereka sendiri.
Ditambahkannya, kontroversi di sekitar Gibran ini sudah jadi bahan perbincangan Netizen. Mestinya semua orang seharusnyalah membuat semuanya menjadi terang-benderang. Ini semua penting bagi kita sebagai terapi kejut (shock teraphy) agar tidak ada lagi yang gunakan dokumen palsu untuk melakukan kejahatan dan kebohiongan yang merugikan kepentingan rakyat dan negara.
“Akhirnya kita minta kepada Presiden Priabowo untuk bersikap netral dan tidak berpihak dalam kasus ijazah palsu itu, baik ijazah Jokowi maupun Gibran. Negara ini sudah rusuh karena keluarga itu. Katakan yang benar adalah benar dan salah adalah salah, seperti yang sering bapak ucapkan,” demikian Andrianto Andri. (DJP).