Daily News | Jakarta – Cendekiawan Muhammadiyah, Sukidi menyebut demokrasi Indonesia kini telah mati. Kritik keras tersebut ia sampaikan usai acara perayaan ultah yang ke-25 Indemo, di Hotel Green Forest Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu, 15 Januari 2025.
“Demokrasi sebenarnya sudah mati. Yang sekarang hidup itu adalah otoritarianisme. Demokrasi hanya sebagai jubah, sebagai topeng, jubah bagi keberlangsungan otoritarianisme yang banal,” katanya saat diwawancara KBA News.
Doktor jebolan Universitas Harvard di bidang Kajian Islam dengan disertasi berjudul “The Gradual Qur’an: Views of Early Muslim Commentators” ini menyebut, acara perayaan ultah yang ke-25 Indemo ini, bukan hanya seremonial belaka. Namun adalah bentuk perlawanan terhadap otoritarianisme terselubung tersebut.
“Sebenarnya amat sangat mematikan bagi kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Gerakan perlawanan ini dari masyarakat sipil yang mereka bersatu padu untuk melawan segala bentuk tirani kekuasaan, segala bentuk hegemoni negara terhadap masyarakat sipil, segala bentuk pembungkaman terhadap suara suara kritis. Tidak tampak, tetapi hadir dalam kehidupan kita sehari-hari,” jelasnya.
Siapa yang harus bertanggung jawab atas kematian demokrasi di Indonesia? Saat menjawab, Sukidi enggan menyebut nama. Tapi, kata dia, yang jelas demokrasi mati karena dibunuh oleh penguasa otoriter dan populis di Indonesia.
“Jadi populisme dipakai sebagai suatu jubah bagi kebersambungan satu perilaku yang otoriter itu sendiri. Karena itu otoritarianisme ini sebenarnya sedang berlangsung dalam kehidupan kita. Tapi dengan jubah demokrasi, dengan topeng demokrasi,” jelasnya.
Karena itu, lanjut anak seorang petani dari Sragen, Jawa Tengah tersebut, saat ini Indonesia tidak memperoleh satu keseimbangan antara negara dan masyarakat sipil. Karena negara kini telah dominan dan masyarakat sipil begitu lemah.
“Sehinggah kita tidak memperoleh suara-suara kritis yang menyuarakan kebenaran, yang menyuarakan penderitaan rakyat kecil dan yang menyuarakan spirit keadilan untuk semuanya. Yang kita rasakan (sekarang) adalah cengkraman negara terhadap semua aspek kehidupan kita berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Discussion about this post