Daily News | Jakarta – Kalau Polri dan TNI terus bergerak untuk saling bersaing satu sama lain atau berlomba untuk menguasai institusi sipil, dan itu didiamkan oleh Presiden, kita tidak bisa berharap bahwa demokrasi di Indonesia akan berjalan dengan baik.
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan melakukan Reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat ini dipertanyakan orang. Dia belum menunjukkan komitmen yang jelas atas apa yang dia ucapkan sendiri. Pernyataan yang diucapkan sebagai respon atas penanganan unjukrasa di seluruh daerah Agustus itu sekarang bagai kehilangan arah tanpa tujuan yang jelas.
Gurubesar Riset Ilmu Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ikrar Nusa Bakti menyatakan hal itu, Rabu, 15 Oktober 2025 menanggapi makin tidak jelasnya rencana Presiden Prabowo tersebut. “Mestinya Tim Reformasi itu sudah dibentuk pada awal atau pertengahan September. Faktanya mundur terus tanpa kejelasan. Orang-orang bertanya apa sesungguhnya yang terjadi sehingga terjadi penundaan terus,” kata alumni Jurusan Ilmu Politik FISIP UI itu.
Dikatakannya, Reformasi Kepolisian sangat penting bagi negeri ini untuk memperbaiki citra polisi yang sudah hancur babak-belur. Saat ini ada dua kelompok ysng berkepentingan atas masalah ini. Pertama, adalah orang-orang yang mendukung Tim Reformasi Internal Polri yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menempatkan Kapolri sebagai pelindung yang beranggota 52 anggota polisi yang terdiri dari Perwira Tinggi maupun Menengah.
Sedangkan yang kedua, dari pihak pemerintah, di mana Presiden Prabowo menyatakan akan membentuk Komite Reformasi Polri yang akan terdiri dari 7 atau 9 orang anggota yang sampai sekarang belum diketahui. Komite itu berdasarkan pernyataan Prabowo bahwa penting melakukan reformasi di Polri sebagai akibat dari kecaman masyarakat atas penanganan aksi unjuk rasa 25 Agustus di sekitar Gedung DPR-MPR yang dirasakan tidak proporsional dan terlalu keras.
Masalahnya, sudah lebih dari sebulan setelah pernyataan Prabowo itu, belum ada titik terang apa dan bagaimana Tim itu. Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan sebenarnya, rencananya Tim sudah akan dilantik segera tetapi ditunda beberapa kali karena kendala teknis seperti anggota yang akan dilantik itu berhalangan.
Menurut Mensesneg yang memastikan bahwa pemerintahan Prabowo mempersiapkan reformasi total di tubuh Polri dengan melibatkan orang luar dan dalam untuk penanganannya. Ditambahkannya, pembentukan itu sebagai bagian dari komitmen Presiden untuk merespon tuntutan reformasi di korp baju coklat itu.
Bakal anggota Tim
Walaupun belum jelas kapan dilantik, nama-nama bakal anggota tim sudah beredar. Mereka antara lain adalah mantan Menko Polhukkam Mahfudz MD, mantan Ketua MK Jimly Ash-shidiqie, serta Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Di tengah merebak spekulasi Tim Prabowo itu, Kapolri sendiri membentuk Tim yang seperti disebut di atas pada pertengahan September.
Menurut mantan Dubes RI untuk Tunisia itu, Prabowo nampaknya belum menunjukkan kesungguhan untuk melakukan reformasi. Orang menjadi bertanya-tanya apakah ada hambatan politik, administrasi dan prosedur. Malah sekarang makin tidak jelas, apalah benar sedang disiapkan tim itu, sekadar wacana atau Gimmick (trik untuk menghindari dari masalah yang sedang dibicarakan orang).
Masyarakat menanyakan keseriusan Presiden Prabowo untuk melakukan reformasi termasuk mengapa pembentukkannya mundur terus sehingga tidak sesuai dengan janji Prabowo sendiri. Ketika mengucapkan akan membentuk Tim Reformasi itu, seperti biasanya, suara Presiden menggelegar bersemangat.
“Faktanya malah mengambang dan gema suaranya makin hilang. Sudah lebih dari dua bulan, tidak ada keputusan yang diambil Presiden. Ini mengecewakan masyarakat khususnya yang peduli atas pengembangan demokrasi, hak-hak azasi manusia dan penegakkan hukum di tanah air. Bukan hanya reformasi Polri tetapi juga reformasi TNI,” tambahnya.
Kalau dua institusi itu, yaitu Polri dan TNI terus bergerak untuk saling bersaing satu sama lain atau berlomba untuk menguasai institusi sipil, dan itu didiamkan oleh Presiden, kita tidak bisa berharap bahwa demokrasi di Indonesia akan berjalan dengan baik. (AM)