Daily News | Jakarta – Presiden Prabowo Subianto berulang kali mengintervensi kebijakan menteri-menterinya. Terbaru adalah menghentikan operasional empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat dengan mencapbut Izin Usaha Pertambangan (IUP) mereka.
Intervensi Presiden Prabowo terhadap hasil kerja para pembantunya tersebut diindikasikan ada parasit yang merusak di dalam Kabinet Merah Putih.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawa mengatakan, perusak dalam kabinet semakin jelas ketika Prabowo lagi-lagi mengintervensi kebijakan, termasuk penutupan tambang nikel di Raja Ampat.
“Presiden Prabowo Subianto sudah berkali-kali melakukan intervensi terhadap kebijakan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian,” ujar Anthony dihubungi KBA News, Kamis, 11 Juni 2025.
Menurutnya, intervensi pencabutan izin usaha pertambangan ini menandakan ada masalah besar dalam pemberian izin usaha pertambangan tersebut, yang tentu saja mengarah pada pelanggaran serius.
Sebagaimana diberitakan berbagai media, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Prabowo mencabut izin usaha pertambangan di pulau-pulau kecil kawasan Raja Ampat pada Selasa, 10 Juni 2025.
Sebelumnya, Prabowo juga melakukan intervensi secara langsung terhadap kebijakan distribusi elpiji 3 kg yang ditetapkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Kebijakan amburadul tersebut dibatalkan oleh Prabowo keesokan harinya setelah Bahlil mengeluarkan kebijakan. Kemungkinan besar, kebijakan tersebut diambil atas inisiatif Bahlil sendiri, tanpa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan Presiden.(kba)Reaksi Greenpeace Indonesia
Pemerintah telah mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel yang ada di wilayah Raja Ampat, Papua Barat.
Keempat IUP yang dicabut yakni milikPT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe), PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran), PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Manyaifun dan Batang Pele), dan PT Nurham (Pulau Waigeo).
Terkait hal itu, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawal isu industrialisasi nikel.
Taufik mengatakan, Greenpeace Indonesia mendesak agar kawasan Raja Ampat mendapat perlindungan demi mencegah adanya perusahaan tambang nikel.
“Greenpeace Indonesia mengapresiasi keputusan ini, tetapi kami menunggu surat keputusan resmi dari pemerintah yang bisa dilihat secara terbuka oleh publik. Kami juga tetap menuntut perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat, dengan pencabutan semua izin pertambangan yang aktif maupun yang tidak aktif,” ujar Taufik ketika dihubungi KBA News, Kamis, 12 Juni 2025.
Ia menilai, tagar #SaveRajaAmpat yang sempat beredar di media sosial menjadi bukti perlawanan masyarakat terhadap upaya merusak ekosistem alam di Papua.
Menurutnya, tagar tersebut harus terus ada agar menjadi pengingat bagi pemerintah agar tidak lalai menjaga kekayaan alam Indonesia.
“Kampanye #SaveRajaAmpat telah menjadi bukti nyata dan harapan bahwa ketika masyarakat terus bersuara dan bersatu, kita bisa mendesak dan menciptakan perubahan bersama-sama. Kami mengapresiasi publik yang sudah ikut bersuara lewat tagar #SaveRajaAmpat dan 60.000 lebih orang yang telah turut menandatangani petisi,” ucapnya.
Ia melanjutkan, Greenpeace Indonesia juga mendesak pemerintah untuk turut serta mengatasi konflik sosial yan muncul akibat adanya industrialisasi nikel di Raja Ampat.
Taufik juga mengatakan, pemerintah harus turun langsung memberikan perlindungan kepada masyarakat Papua yang menolak keberadaan tambang nikel.
“Pemerintah perlu fokus pula membangun ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat adat dan komunitas lokal, serta memastikan transisi yang berkeadilan dan jaminan atas pemenuhan hak-hak pekerja untuk masyarakat yang sebelumnya bekerja di sektor tambang,” pungkasnya. (HMP)