Daily News | Jakarta – Alih-alih Polri membawa demokrasi, di dalam beberapa waktu terakhir ini di dalam menjalankan tugasnya malah terlibat dalam tindakan yang sarat dengan bias politik. Pada sisi lain sudah banyak orang memberi laporan bila mereka tidak terlindungi dengan baik namun polisi tidak bertindak mengayominya
Maka, cendekiawan sekaligus mantan duta besar, Prof Yuddy Chrisnandi, mengatakan selain reformasi polisi memang sekarang diperlukan, namun hal ini juga sebuah keniscayaan. Ini karena memang masyarakat sudah merasa tidak puas kepada kinerja Polri.
‘’Banyak indikasi dari masyarakat yang menandakan masyarakat tidak puas pada Polri. Masyarakat memang melihat sendiri soal ini. Dan kini persoalan ketidakpuasan tersebut semakin meluas karena sekarang semakin mudah mendapat akses informasi,’’ kata Yudi, dalam diskusi melalui daring yang diselenggarakan Forum Guru Besar dan Doktor ‘Insan Cita’ yang diikuti KBA News, Senin malam, 6 Oktober 2025.
Menurut Yuddy, munculnya ketidakpuasan terhadap kinerja Polri di masyarakat jelas merupakan masalah besar. Adanya situasi ini maka mau tidak mau harus diakhiri. Dan pemimpin tertinggi negeri, yakni presiden, wajib segera mengambil tindakan.
‘’Reformasi Polri sudah menjadi kebutuhan dan tidak bisa dihindari. Presiden harus memang kendali. Sebab saat ini institusi kepolisian setidaknya punya beberapa masalah, yakni ada persoalan kepemimpinan, integritas, profesionalitas, sumber daya manusia, dan tantangan global. Maka tidak ada kata lain Polisi harus memperbaiki lembaganya, ‘’ujarnya.
Yudi lebih jauh mengatakan keprihatinan akan institusi Polri makin terlihat ketika mencermati data dari The World Internal Security and Police Index (WISPI).’’Dari indeks ini rangking kepolisian kita lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Indeks Polri berada pada urutan 63, Vietnam 20, Malaysia 33, Singapura berada di urutan 4. Urutan pertama di indeks ini adalah kepolisian Denmark yang berada di peringkat pertama.”
Jadi, lanjutnya, tujuan reformasi kali ini adalah menjadikan institusi Polri benar-benar menjadi milik rakyat. Ini penting karena saat ini terlihat ada rasa ketidakadilan di benak masyarakat ketika memandang institusi ini. Salah satu contohnya adalah tampak ada indikasi bila pimpinan Polri hanya berputar pada lingkaran tertentu saja.
‘’Harapannya lagi reformasi Polri kali ini perlu kembali kepada jati dirinya, yakni menjadi sosok polisi yang hidup secara bersahaja dan berperikemanusiaan,’’ tegas Yuddy Chrisnandi.
Sementara mantan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik MA, mengatakan reformasi Polri itu memang sudah menjadi keniscayaan dari cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat madani, adil dan makmur. Dan lembaga Polri juga menjadi alat pembangunan demokrasi.
‘’Tapi alih-alih Polri membawa demokrasi, di dalam beberapa waktu terakhir ini di dalam menjalankan tugasnya malah terlibat dalam tindakan yang sarat dengan bias politik. Pada sisi lain kami pun sudah banyak mendapat laporan dari banyak orang bahwa mereka tidak terlindungi dengan baik. Mereka mendapat gangguan, namun polisi tidak bertindak mengayominya,’’ kata Damanik.
Dari catatannya, Damanik menyatakan pada kurun 3 tahun terakhir tindakan aparat polisi yang melanggar hukum meningkat. Kontrol dari dalam dan luar lembaga Polri pun ternyata tidak memadai. Maka atas semua hal itu mau tidak saat ini juga polisi harus kembali ke rakyat dan menjadikan tugasnya sebagai ajang pengabdian. ‘’Ini penting karena belakangan orientasi tugas para polisi dilandasi semangat mencari materi.”
‘’Tapi terus terang adanya situasi ini juga bukan karena salah polisi semata. Tapi juga sebagai imbas pemegang kekuasaan. Ini tercermin dari data di Komnas HAM pada tahun 2025 begitu banyak kekerasan, kriminalisasi, bahkan hingga konflik agraria akibat tindakan polisi yang tidak netral dan berpihak pada pemilik modal. Selain itu misalnya bila lima tahun lalu Densus 88 banyak melakukan dar der dor, kini masalahnya malah dilakukan oleh Brimob. Ini jelas menandakan bila wajah militerisme di kepolisian belum hilang,’’ ungkap Damanik lagi.
Sementara Guru Besar FH Unpad, Prof Susi Dwi Harjanti, mengatakan tuntutan reformasi Polri itu sebenarnya sudah lama diminta oleh masyarakat. Tapi keinginan itu tak kunjung terwujud. Ini misalnya adanya tuntutan agar Kapolri segera mundur dan terjadi perubahan kultur polisi.
‘’Perbaikan Polri yang kini harus dilakukan di antaranya, perbaikan model pendidikan polisi, penguatan pemahaman akan HAM, persoalan sistem meritokrasi di Polri, transisi lembaga, dan pengawasan secara kelembagaan. Jadi di masa depan akan sangat berbahaya bila membiarkan kekuasaan polisi yang terlalu besar, tapi kurang mendapat pengawasan melalui mekanisme check and balance (pengawasan dan penyeimbangan)’’ tandas Prof Susi. (AM)