Daily News | Jakarta – Kholid adalah salah satu nelayan yang mengkritik proyek pagar laut di Tangerang. Pagar sepanjang 30 kilometer itu hingga kini masih menuai polemik dan belum ketahuan pemiliknya. Kepolisian hingga kini juga belum mengungkap dan menangkap dalang dari itu semua.
Pejuang sekaligus nelayan asal Kabupaten Serang, Banten itu mengatakan, bahwa dirinya tidak menolak pembangunan selagi itu memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Ia menegaskan, yang dirinya lawan adalah pihak-pihak yang menyerobot hak-hak masyarakat dengan cara-cara culas. Salah satunya seperti yang dilakukan di kasus pemagaran laut yang terjadi di wilayah perairan Tangerang dan Serang.
“Seolah-olah kita ini sekelompok orang yang menolak pembangunan. Sesungguhnya kami tidak menolak pembangunan itu. Jepang dulu menjajah kita juga membangun, Belanda dulu membangun tapi prosesnya dalam menjajah,” katanya dalam sebuah video, dikutip KBA News, Selasa, 11 Februari 2025.
“Apa arti pembangunan itu kalau prosesnya adalah menyerobot tanah, memagari sungai-sungai sehinggah tambak-tambak mati, mencemari lautan, memagar lautan, di kapling-kapling, di jual. Inikan namanya penjajah. Lalu kemudian yang di sebutkan pembangunan itu apa artinya?,” jelasnya.
Ia menyebut, perjuangan tersebut adalah untuk menjaga Indonesia dari kerusakan. Menurutnya, perlawanan ini harus terus dilakukan agar tanah leluhur tetap utuh.
“Saya akan marah ketika proses pembangunan itu adalah menjajah tanah leluhur kami, maka akan saya katakan hari ini. Mudah-mudahan Aulia Sultan Ageng Tirtayasa menyaksikan ucapan saya ini, maka detik ini kami menyatakan perang,” ujarnya.
Diletahui, Kholid adalah salah satu nelayan yang mengkritik proyek pagar laut di Tangerang. Pagar sepanjang 30 kilometer itu hingga kini masih menuai polemik dan belum ketahuan pemiliknya. Kepolisian hingga kini juga belum mengungkap dan menangkap dalang dari itu semua. (DJP)