Daily News | Jakarta – Sherly Aplonia, warga Kampung Susun Bayam, membagikan kisah haru sekaligus bahagia saat kembali menempati hunian mereka. Cerita ini ia sampaikan dalam acara Podcast Pedjuang! pada awal Agustus 2025.
Menurut Sherly, momen saat warga terusir dari Kampung Susun Bayam merupakan pengalaman yang sangat menguras emosi, tenaga, dan pikiran. “Akhirnya pada 29 Juli kami menandatangani kontrak. Rasanya seperti beban berat terlepas, meski perjuangan belum benar-benar selesai,” ujarnya dikutip KBA News, Selasa, 12 Agustus 2025.
Perjanjian tersebut membuat PT Jakpro dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakomodasi 126 warga untuk kembali ke hunian mereka.
Sherly mengingat momen paling menyedihkan ketika warga direlokasi ke Kampung Nagrak, yang lokasinya jauh dari Kampung Susun Bayam. Banyak anak-anak merasa tidak nyaman, bahkan beberapa keluarga sempat tinggal di tenda selama lebih dari satu tahun di sekitar lokasi Kampung Susun Bayam. “Banyak teman-teman kehilangan pekerjaan, anak-anak sekolah jadi makin jauh. Kami benar-benar merasa sesak,” katanya.
Setelah kontrak ditandatangani, warga meminta agar anak-anak yang sempat bersekolah di wilayah Nagrak dapat kembali bersekolah di sekitar Kampung Susun Bayam. “Anak-anak yang sekolah di Nagrak jadi pendiam, jarang keluar kamar, seperti mengalami depresi. Begitu mereka kembali, terlihat lebih lega dan mau berinteraksi lagi. Usia mereka sekitar 13 tahun,” tambahnya.
Bagi Sherly, hasil ini adalah buah perjuangan bersama. Ia teringat pada 12 April ketika berdialog dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang berpesan agar semua pihak bisa duduk bersama dan bermusyawarah. “Kalau tidak bisa musyawarah, warga tidak akan bisa kembali ke Kampung Susun Bayam,” kenangnya.
Ke depan, PT Jakpro menyampaikan bahwa mereka hanya memfasilitasi, sementara aset akan dialihkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan demikian, warga dapat menempati rusun sesuai peruntukannya.
Sherly juga mengakui adanya perubahan sikap pemerintah setelah pergantian kepemimpinan. “Dulu Jakpro dan Pj Gubernur sulit diajak komunikasi, terkesan keras dengan warga. Tapi setelah Gubernur Pramono Anung memimpin, komunikasi jadi lebih terbuka. Intinya, kalau diajak bicara baik-baik, kami juga bisa bicara baik-baik,” tegasnya. (DJP)