Daily News | Jakarta – Di Indonesia, Law enforcement (penegakan hukum) masih jauh panggang dari api. Di sini, orang berbuat benar dapat dipersalahkan, namun para koruptor, maling, rampok dan pembunuh malah dianggap benar, dan dihormati bak raja,”
Maka, tantangan terbesar yang akan dihadapi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) adalah praktek korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power) yang sangat parah, akut dan merata di Indonesia. Ini akan berlawanan dengan prinsip kinerja holding investasi yang berorientasi kepada keuntungan, efisien, beretoskerja moderen dan bervisi masa depan.
Pengamat politik dan ekonomi alumni Universitas 11 Maret (UNS) Solo yang juga pengamat BUMN dan Pasar Modal Hendarto menyatakan hal itu kepada KBA News, Senin, 3 Maret 2025 menyikapi berdirinya Danantara yang sudah menimbulkan kontroversi dan perdebatan dalam masyarakat. Ada yang pro dan kontra. Pemerintah sendiri terkesan memaksakan pembentukan Holding yang akan mengurus investasi di luar BUMN.
“Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan aparat pemerintahan di Indonesia sudah sangat masif, bahkan nilainya sudah menginjak decimal kuadriliun (nilai di atas seribu trilyun). Potensi risiko inilah yang sebenarnya harus paling kita waspadai. Korupsi atau penyalahgunaan dana ribuan trilyun tentu harus punya keranjang yang kuat dan aman (a legally safe place) yang dibutuhkan para koruptor Paus (bukan lagi koruptor sekelas ikan kakap),” kata peraih gelar magister ilmu ekonomi dari Universitas Bogor itu.
Dia khawatir, Danantara akan menjadi sangat rentan menjelma sebagai a legally safe place (tempat yang aman) dalam proses money laundry (cuci uang haram). Sebagai suatu entitas bisnis yang lahir di era korupsi kuadriliun, tentu patut kita pertanyakan esensi kebutuhan Danantara, dibandingkan dengan upaya meningkatkan kapabilitas dan kapasitas BUMN. BUMN adalah entitas bisnis yang sudah berpengalaman menghadapi berulangnya siklus bisnis serta secara konsisten mengikuti aplikasi perkembangan teknologi di bidangnya masing-masing.
Di setiap BUMN juga telah terisi dengan Sumber daya manusia yang seharusnya telah melalui proses sistematis dan berkelanjutan dalam pengembangan kompetensi dan etika moral yang berperan sebagai direksi dan karyawan BUMN. Mereka itu bekerja secara profesional dengan orientasi keuntungan. Hancurnya dan berdarah-darahnya BUMN, terutama Karya terbukti karena intervensi rezim berkuasa khususnya 10 tahun terakhir di bawah rezim Jokowi.
Bukan bentuk Holding
Solusinya adalah memperbaiki kinerja para BUMN itu, bukan mengumpulkan dana untuk membentuk Holding baru. Jauh lebih baik, bila pemerintah sudah tidak percaya kepada BUMN dalam memberikan sumbangan dividen kepada negara, maka poling of fund yang terkumpul dari program efisiensi pemerintah itu digunakan untuk hidup sehat bernegara dengan mulai mencicil utang negara yang demikian besar sampai lunas.
Dikatakannya, masih belum terlambat bagi Prabowo untuk mohon petunjuk Tuhan mengenai kelanjutan aksi Danantara atau merevisinya sebelum bom waktu yang ikut terlahir mengiringi Danantara dapat meledak kapan saja. Jika itu terjadi akibatnya akan dapat sangat fatal bagi keuangan dan kekayaan negara dalam menyokong kehidupan berbangsa dan bernegara kita Indonesia.
Saatnya arogansi Prabowo dipertanyakan dan ditentang lebih keras. Jangan pertaruhkan negeri ini pada potensi risiko yang hampir tidak masuk akal tersebut. “Bayangkan, Danantara pasti akan melakukan sekuritisasi saham-saham dan aset strategis BUMN guna memperoleh uang tunai yang besar untuk mewujudkan ambisi investasinya yang sangat tinggi risikonya. Prabowo harus ingat, masa pemerintahan anda hanya lima tahun, tapi anda telah meletakkan bom waktu yang sangat besar,” katanya.
Indonesia bukan Malaysia yang dipercaya telah membuat Khasanah Nasional Berhad maju, apalagi Singapore yang sukses mengelola Temasek sebagai Investment Holding. Di Indonesia, Law enforcement (penegakan hukum) masih jauh panggang dari api. Di sini, orang berbuat benar dapat dipersalahkan, namun para koruptor, maling, rampok dan pembunuh malah dianggap benar, dan dihormati bak raja,” demikian Hendarto. (DJP)
Discussion about this post