Daily News | Jakarta – Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok sebagai bagian dari tugas presiden menuai berbagai respons dari para paker hingga kalangan diplomatik.
Diplomat senior Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, PLE Priatna, menyebut lawatan ini sebagai langkah penting dalam diplomasi internasional. Namun, ia menyoroti dua hal utama yang menjadi perhatian, khususnya terkait Laut Tiongkok Selatan.
Menurut dia, salah satu capaian dalam kunjungan ini adalah pembentukan pemahaman bersama antara Indonesia dan Tiongkok terkait kerja sama di area Laut Tiongkok Selatan, termasuk pembentukan Komite Bersama. Namun, kesepakatan ini dianggap kontroversial karena area kerja sama tersebut berada di kawasan “Titik 9”, yang merupakan wilayah dengan klaim tumpang tindih antara beberapa negara.
Menurut PLE Priatna, klaim sembilan garis putus-putus Tiongkok mencakup wilayah yang juga diklaim oleh Filipina, Vietnam, dan Malaysia. Indonesia sendiri tidak memiliki wilayah di kawasan tersebut, sehingga menyepakati kerja sama dengan Tiongkok dianggap bertolak belakang dengan sikap Indonesia sebelumnya yang menolak klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan.
“Pernyataan bersama ini membuat banyak pihak bertanya-tanya. Posisi resmi Kemlu sebelumnya tegas menolak klaim China atas sembilan garis putus-putus, tetapi substansi pernyataan ini justru seolah menerima klaim tersebut,” jelas Priatna kepada KBA News, Selasa, 19 November 2024.
Substansi pernyataan bersama antara Indonesia dan Tiongkok juga mengundang kritik. Area yang disepakati untuk kerja sama adalah zona ekonomi eksklusif yang masih menjadi sengketa hukum internasional. “Ini menjadi pertanyaan besar. Indonesia tidak memiliki klaim wilayah di kawasan tersebut, tetapi mengapa kita setuju untuk bekerja sama?” ujar Priatna.
Analogi dengan Konflik Palestina-Israel
PLE Priatna menyebut pernyataan tersebut bertentangan dengan semangat ASEAN yang menolak klaim Tiongkok di kawasan tersebut. Sikap Tiongkok dalam mempertahankan klaim sembilan garis putus-putus dapat dianalogikan dengan tindakan Israel terhadap Palestina.
Sama seperti Israel yang menolak mencabut klaim atas tanah Palestina, Tiongkok bersikeras mempertahankan klaimnya di Laut Tiongkok Selatan. “Jika Tiongkok mencabut klaim ini, sebagaimana Israel menghentikan agresi terhadap Palestina, konflik di kawasan tersebut dapat diselesaikan,” jelasnya.
Menurut Priatna, diplomasi di Laut Tiongkok Selatan membutuhkan ketegasan yang lebih jelas. Jika Tiongkok bersedia mencabut klaim sembilan garis putus-putus, konflik di kawasan ini dapat diminimalkan. Namun, hingga saat ini, sikap Tiongkok belum menunjukkan perubahan berarti.