Daily News | Jakarta – Latifina Baswedan, seorang influencer sekaligus juru bicara muda Timnas Anies-Muhaimin (AMIN), berbagi pengalamannya menjadi relawan Anies Baswedan di Pilpres 2024 dalam podcast Pedjuang!. Wanita kelahiran Semarang, 24 Oktober 1992 ini kerap membagikan konten di kanal “Senter Indonesia” saat masa kampanye.
Latifina menceritakan, selama menjadi Anah Abah, sebutan bagi relawan Anies Baswedan, dirinya kerap menjadi sasaran perundungan. Meski begitu, ia mengaku sudah kebal terhadap perundungan.
“Kriteria relawan yang terlibat dalam perjuangan ini adalah mereka yang tangguh, tangguh, dan mampu menyaring ‘noise’ agar tidak menjadi beban,” ujarnya, seperti dikutip KBA News, Sabtu, 11 Januari 2025.
Menurut Latifina, bentuk perundungan yang paling brutal adalah berupa komentar bernada seksual dan ancaman serius di media sosial, khususnya TikTok. “Mungkin mereka berharap kami akan patah semangat, tetapi lama-kelamaan, ancaman-ancaman seperti itu terasa seperti hari yang biasa saja,” ungkapnya.
Ia juga bercerita tentang fitnah-fitnah pedas yang ditujukan kepadanya. “Saya pernah dituduh sebagai istri Pak Anies. Fitnah seperti itu benar-benar kejam,” ungkap Fina, panggilan akrab Latifina Baswedan.
Fina menduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mengarahkan perundungan tersebut. “Anehnya, ketika saya bicara visi dan misi, komentar-komentar mereka tidak nyambung dengan isi. Ketika ada diskusi tentang ide, konsep, atau data, itu jauh lebih menyenangkan. Tetapi kebanyakan komentarnya tidak relevan,” imbuhnya.
Tetap Teguh Demi Ideologi
Ketika ditanya apa yang membuatnya tetap tegar, Fina menjelaskan bahwa menurutnya perjuangan ini bukan hanya soal politik, tetapi juga soal ideologi. Meskipun keluarganya khawatir karena ancaman-ancaman yang diterima relawan Anies Baswedan, dukungan ibunya membuatnya semakin teguh.
Lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS, jurusan Penyiaran, Fina menceritakan bahwa sang ibu meninggal dunia karena kanker ovarium pada November 2024 lalu. “Mama bangga dengan perjuangan kami bersama Pak Anies. Beliau selalu mendukung kami,” tuturnya.
Lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS, jurusan Penyiaran, Fina menceritakan bahwa ibunya meninggal dunia karena kanker ovarium pada November 2024. “Ibu bangga dengan perjuangan kami bersama Pak Anies. Beliau selalu mendukung kami karena beliau yakin bahwa apa yang kami lakukan adalah untuk tujuan yang benar,” kenangnya.
Ibunya sangat terkesan dengan Anies Baswedan yang selalu menyempatkan diri untuk menemuinya saat berkunjung ke Semarang. “Ibu merasa dihargai. Meskipun kami bukan orang istimewa, beliau tetap menyempatkan diri untuk berbicara dan mengenalkan kepada orang-orang di sekitarnya,” tuturnya.
Fina juga mengenang perhatian Anies kepada ibunya selama sakit, termasuk melalui panggilan video untuk memberikan semangat. “Pak Anies juga rutin mengirim bunga, yang membuat Ibu merasa diperhatikan,” imbuhnya.
Harapan Ibu yang Belum Terpenuhi
Sebelum meninggal, ibu Fina sempat berharap Anies Baswedan kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta. “Setiap sholat duha dan tahajud, Ibu selalu berdoa agar Pak Anies bisa terus berkontribusi. Beliau juga berharap saya tetap berada dalam ekosistem beliau,” tutur Latifina penuh haru.
Bagi Latifina, pengalaman ini menjadi perjalanan yang semakin menguatkan tekadnya untuk terus berjuang, tidak hanya untuk Anies Baswedan, tetapi juga untuk nilai-nilai yang diperjuangkannya. (AM)
Discussion about this post