Daily News | Jakarta – Guru Besar IPB dan pengamat ekonomi senior Prof. Didin S. Damanhuri mengingatkan potensi masalah besar jika Badan Pengelola BUMN (BP BUMN) dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tidak diawasi secara eksternal dan ketat.
Menurutnya, dua lembaga baru hasil kebijakan Presiden Prabowo itu, yang lahir dari UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, memiliki mandat besar mengelola dana publik dan investasi strategis, namun minim mekanisme kontrol publik.
“Harus ada pengawasan eksternal yang kuat terhadap BP BUMN dan BPI Danantara agar tidak bernasib seperti 1MDB di Malaysia, yang menimbulkan kerugian miliaran ringgit akibat korupsi besar-besaran,” ujar Didin kepada KBA News, Kamis (9/10/2025).
Kekhawatiran atas arah baru BUMN
UU BUMN yang baru menggantikan peran Kementerian BUMN, menetapkan BP BUMN sebagai regulator dan BPI Danantara sebagai eksekutor investasi. Namun, Didin menilai, perubahan ini mengandung risiko karena pengaturannya tidak disertai mekanisme akuntabilitas yang memadai.
“Publik hanya tahu ada dua lembaga baru dimasukkan dalam UU, tanpa rincian ketat sebagaimana lembaga negara yang mengelola dana besar,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pergeseran fungsi sosial BUMN. Jika sebelumnya BUMN berperan dalam pelayanan publik — seperti kredit murah, listrik pedesaan, CSR, dan BBM satu harga — kini orientasinya bergeser ke arah investasi korporasi besar yang lebih berorientasi laba.
“BP BUMN tampak mulai seperti korporasi swasta yang profit oriented. Padahal, amanat Pasal 33 UUD 1945 menegaskan kekayaan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.
Risiko lemahnya pengawasan
Didin menyoroti lemahnya kontrol DPR terhadap dua lembaga tersebut. Kini, pengawasan hanya bersifat internal dan bergantung pada Presiden, yang secara hukum sulit diandalkan untuk menjamin transparansi. Ia mengingatkan agar model pengelolaan seperti ini tidak menciptakan celah penyalahgunaan kekuasaan.
“UU baru ini bahkan mengatur bahwa kerugian negara tak otomatis dianggap tindak pidana kecuali terbukti moral hazard. Ini sangat berisiko,” tambahnya.
Belajar dari skandal 1MDB
Kasus 1Malaysia Development Berhad (1MDB) di era Najib Razak menjadi pelajaran penting: dana publik bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik dan pribadi jika tidak diawasi secara ketat.
“Kita harus waspada sebelum kejadian. Pengawasan eksternal mutlak agar lembaga baru ini tidak menjelma jadi mesin rente,” tegas Didin.
Menurutnya, transparansi dan audit independen harus dijalankan sejak awal, agar lembaga pengelola kekayaan negara tidak keluar dari mandat konstitusi dan tetap berpihak pada kemakmuran rakyat. (AM)