Daily News | Jakarta – Sikap dewasa dalam berdemokrasi harus ditunjukkan oleh kita semua. Kita tidak boleh memaksakan kehendak jika rakyat sudah berkehendak dan disahkan oleh lembaga yang berkompeten. Dalam kasus Pilkada Jakarta, seluruh lembaga survei memenangkan Paslon yang didukung oleh PDIP yaitu Pramono Anung –Rano Karno (Pram-Doel). Selayaknya kita hormati kehendak rakyat itu.
Pengamat ekonomi dan politik senior dari UI-Watch Hasril Hasan menyatakan hal itu kepada KBA News, Selasa, 3 Desember 2024, menyikapi isu bahwa rezim Prabowo belum menerima kekalahan Paslon yang didukungnya yaitu Ridwan Kamil – Suswono (RIDO). Karena itu, pendukung Paslon norut 1 tersebut unjuk rasa di KPUD dan Bawaslu agar dilakukan Pilkada putusan kedua.
Sebagaimana diketahui, Pilkada DKI Jakarta, sebagai bagian dari Pilkada serentak di seluruh Indonesia digelar pekan lalu, Rabu 27 November. Enam Lembaga Survei memenangkan Paslon norut 3, Pram-Doel dengan angka absolut 50,07 persen mengungguli Paslon norut 1 RIDO yang meraih 39 persen dan norut 2 Darma-Kun yang cuma 10 persen.
Berdasarkan Real Count KPU juga disebutkan bahwa Pram-Doel menang. Tetapi, Pilkada Jakarta mempunyai ciri khas yang berbeda dengan pilkada di tempat lain. Paslon harus memenangkan suara 50 persen + 1. Jika tidak ada yang mencapai angka itu maka Pilkada akan diulang untuk dua Paslon yang meraih suara terbanyak.
Di ambang batas
Masalahnya perolehan suara Pram-Doel sangat dekat dengan batas psikologis 50 persen. Sedangkan pengumuman KPU berasarkan jadwal resmi baru dikeluarkan pada 16 Desember 2024. Di sinilah kehebohan dimulai. Para pendukung Pram-Doel mencurigai Jokowi dan para pendukung RIDO akan berusaha untuk melakukan hal-hal yang membuat suara Pram-Doel terpangkas tidak mencapai 50 persen.
“Kita curiga bahwa rezim ini akan memaksa KPU berlaku curang sehingga mengumumkan Pilkada dua putaran. Kita tahu kan tabiat Jokowi yang tidak segan berbuat apapun untuk mencapai maksud dan tujuannya. Karena itu, kita menolak rekayasa untuk melaksanakan Pemilu 2 putaran,” kata pendukung Pram-Doel yang juga aktivis GMNI Guntur Siregar.
Menurut Hasril, demokrasi kita selama 10 tahun ini, terutama pada lima tahun terakhir yaitu sejak 2019 penuh dengan rekayasa tidak terpuji oleh rezim yang akan melakukan apapun yang penting apa yang dia ingin dan tujukan tercapai. Termasuk berapa pun biaya akan dikeluarkan demi memuaskan nafsu politik mereka.
“Kalau melihat hasil hitung cepat dari enam lembaga survei yang terkenal dan bereputasi baik itu, sudah jelas Paslon Pram-Doel memenangkan kontestasi sebesar 50,07 persen. Walaupun sangat dekat dengan ambang psikologi 50 persen, tetapi harus diakui sebab memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan ketentuan perundangn-undangan. Tidak terhormat kalau kita mengingkari fakta itu,” kata alumni Fakultas Ekonomi UI itu.
Karena itu, tambahnya, seyogianya rezim tidak memaksakan kehendak dan ambisi tidak terpuji. “Harus ada rasa malu dan tanggung jawab pada diri rezim. Mereka itu mencari apa sih, sehingga tidak lagi memperlihatkan rasa malu. Umur sudah pada tua-tua semua, tidak takut kematian yang akan menjemput dan tanggung jawab di akhirat,” demikian Hasil Hasan. (HMP)