Daily News | Jakarta – Bila dikaji lagi apa yang dituntut mahasiswa dengan petisi 17+8 itu sangat terlihat tulisan itu dibuat dengan gaya bahasa konten kreator. Dan konten kreator inilah yang itu juga berasal dari kalangan anak-anak muda (generasi Z) yang usianya sama dengan para mahasiswa itu.
Begitulah, aktivis senior dan mantan Kepala Aksi Advokasi PIJAR era tahun 90-an, Agusto Sulistio, menyatakan memang ada yang janggal ketika membaca tuntutan mahasiswa pasca aksi demonstrasi yang berlangsung pada 25-30 Agustus lalu. Hal itu adalah ketika tahu para mahasiswa tidak menuntut secara tegas agar Presiden Prabowo memberhentikan Kapolri Jendral Listyo Sigit.
‘’Ya memang aneh sebab tuntutan agar Kapolri mundur sangat jelas dan keras dari publik. Anehnya itu tidak disuarakan oleh tuntutan mahasiswa yang dinamakan petisi 17+8 itu. Mereka tampaknya berlindung tak perlu disebutkan eksplisit cukup disebut secara global saja yakni pembenahan lembaga penegak hukum,’’ kata Agusto kepada KBA News, Senin malam, 8 September 2025.
Menurut Agusto, kecenderungan untuk enggan menuntut secara eksplisit Kapolri mundur dari jabatannya tersebu semakin dimengerti karena memang tuntutan dari mahasiswa itu berasal dari organisasi Badan Ekesekutif Mahasiswa (BEM). ’’Lembaga mahasiswa BEM ini saya lihat memang lembaga mahasiswa yang terafiliasi dengan universitas. Dan kita tahu universitas itu berada di bawah menteri pendidikan tinggi. Jadi itu lembaga formal, maka tak bisa secara kritis dan tegas kepada presiden dengan melihat kenyataan dari begitu luasnya tuntutan publik agar Kapolri mundur dari jabatannya.”
‘’Bila saya kaji lagi apa yang dituntut mahasiswa dengan petisi 17+8 itu sangat terlihat itu dibuat dengan gaya bahasa konten kreator. Dan konten kreator inilah yang itu juga berasal dari kalangan anak-anak muda (generasi Z) yang usianya sama dengan para mahasiswa itu,’’ ujarnya.
Selain itu, karena dibuat dari kalangan konten kreator itulah maka diduga jaringan mahasiswa BEM ini ujung-ujungnya terafiliasi dengan jaringan Jokowi. Ini bisa dilihat dari pihak mana atau konten kreator mana saja yang kemarin itu membuat ‘framing’.” Ini misalnya terkait dengan DPR yang seolah-olah mereka itu berjoget-joget akibat kenaikan gajinya.”
‘’Padahal tidak begitu. Anggota DPR joget-joget bukan karena adanya kenaikan gaji. Mereka berjoget itu karena ada lagu riang setelah Presiden Prabowo memberikan sambutan di DPR jelang ulang tahun RI ke 80. Gambar anggota DPR yang berjoget itu oleh konten kreator kemudian dipotong-potong dan di ‘framing’ dan disebarkan melalui media sosial menjadi soal kenaikan gaji dan kemudian publik menjadi marah. Polisi sudah tahu kok siapa konten kreator yang menyebarluaskannya dan ke mana afiliasi mereka selama ini,’’ tandas Agusto. (EJP)