Daily News | Jakarta – Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) tidak ada mekanisme anggota DPR/DPRD dipecat dengan mekanisme non aktif.
Maka, pakar hukum sekaligus mantan anggota DPR RI, DR Ahmad Yani, mengatakan tidak percaya ketika tiba-tiba ada partai politik yang menyatakan telah memecat anggota DPR dari partainya dengan cara menonaktifkan. Bahkan dia yakin bila langkah tersebut hanya sekedar melakukan manuver politik penyelamatan citra partai saja.
‘’Tidak ada aturannya tiba-tiba ada partai yang menyatakan beberapa anggota dipecat dengan menyatakan dinontifkan. Itu tidak ada dasar aturannya. Pernyataan menonaktikan tidak sama dengan memecat. Jadi rakyat jangan merasa puas dahulu,’’ kata Ahmad Yani kepada KBA News, Senin pagi, 1 September 2025.
Menurutnya, ketentuan menonaktifkan tidak ada acuan dasar hukumnya. Bahkan tidak ada mekanismenya dalam aturan undang-undang susunan dan kedudukan anggota DPR baik di pusat dan di daerah.Selain itu pemberhentian harus dengan putusan Makamah Kehormatan Dewan
“Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) tidak ada mekanisme anggota DPR/DPRD dipecat dengan mekanisme non aktif. Ini karena non aktif itu artinya sifatnya hanya sementara dan kemudian nanti bisa aktif lagi. Sekali lagi hal ini tidak ada dasar hukumnya,’’ kata Yani.
Pada aturan lain di daam UU MD3 juga telah jelas mengatur pemberhentian anggota DPR/DPRD. Mekanisme ini dilakukan melalui pengantian antar waktu (PAW), yaitu melalui pemberhentian atau recall dari partai politik (parpol) anggota DPR/DPRD.
‘’Dalam aturan UUD MD3 tersebut jelas dinyatakan bahwa anggota DPR diberhentikan atas putusan Majelis Kehormatan Dewan(MKD). Dan Parpol dari anggota DPR yang diberhentikan mengajukan penganti Anggota Dewan yang diberhentikan dari dapil yg sama yg suara berikutnya dari hasil pemilu kepada pimpinan DPR.”
’’Maka di sini jelas menonaktifkan tidak sama atau tidak berati memecat. Jadi publik jangan puas dahulu setelah tahu arti atau makna yang sesungguhnya penonkatifan itu,’’ ujarnya.
Seperti dilansir berbagai media massa, diketahui Partai Amanat Nasional dan Partai Nasdem menyatakan menonaktifkan beberapa kadernya yang kini menjadi anggota DPR. Mereka adalah Eko Patrio, Uya Kuya, Ahmad Sahrono, dan Nafa Urbach. Mereka dinonaktifkan terkait dengan pernyataannya yang menuai kritik meluas dari publik terkait kenaikkan gaji anggota parlemen.
Prabowo harus tegas
Yani yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Masyumi menyatakan pada sisi lain pihaknya memang melihat aksi demonstrasi saat ini tidak lagi murni memperjuangkan tuntutan, tetapi sudah mengarah pada kerusuhan dan penjarahan. Kondisi ini dinilai berpotensi mengarah pada eskalasi yang semakin besar, khususnya menjelang September 2025.
Presiden perlu melihat kondisi ini secara strategis dan politis, bukan hanya dengan kacamata taktis. Gerakan massa saat ini tidak bisa dianggap normal. Jika tidak segera diatasi, gelombang massa bisa meluas dan membahayakan stabilitas negara,” tegas Ahmad Yani.
“Presiden perlu melihat kondisi ini secara strategis dan politis, bukan hanya dengan kacamata taktis. Gerakan massa saat ini tidak bisa dianggap normal. Jika tidak segera diatasi, gelombang massa bisa meluas dan membahayakan stabilitas negara,” tegas Ahmad Yani.
Ia menekankan bahwa Presiden memiliki kewenangan konstitusional berdasarkan Pasal 10 UUD 1945, yang menyatakan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Laut, dan Udara.
Dengan dasar itu, Yani menilai bila Presiden harus mengambil alih langsung komando pengamanan dan ketertiban, tanpa mendelegasikan sepenuhnya kepada Kapolri dan Panglima TNI.
Partai Masyumi juga mendesak agar Presiden segera mengambil keputusan strategis terkait tuntutan pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mengingat ketidakpuasan publik terhadap kinerja Polri yang dinilai semakin meluas.
“Bangsa ini tidak boleh terjebak dalam situasi chaos. Presiden harus hadir di garda terdepan untuk mengembalikan stabilitas dan keamanan nasional,” tutup Ahmad Yani. (AM)