Daily News | Jakarta – Putusan MK mengenai sengketa Pilkada 2024 akan menjadi bukti baru akankah Prabowo Prabowo benar-benar punya ketegasan kepada menterinya di dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan transoaran.
Maka, pengamat politik dari LIMA Institut, Ray Rangkuti mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilkada di Serang patut diapresiasi. Tinggal sekarang Presiden Prabowo Subianto membuktikan ketegasan yang atas adanya putusan tersebut, terutama karena ini terkait tindakan anggota kabinetnya yang diputus terbukti ikut mempengaruhi Pilkada itu sehingga harus diulang.
”Putusan MK bahwa terjadi keterlibatan atau cawe-cawe salah satu menteri dari kabinet Prabowo nyata dan terbukti. Maka sudah semestinya Presiden Prabowo menegur bahkan mungkin memberi sanksi kepada yang bersangkutan,” kata Rauy Rangkuti, kepada KBA News, Rabu 26 Februari 2025.
Tentu saja, jika presiden Prabowo tidak memberi perhatian atas putusan MK ini, akan dapat menimbulkan anggapan bahwa Presiden Prabowo seperti tidak sensitif pada perilaku tidak etis para pembantunya. Dan bila dibiarkan tetap saja seperti itu, maka ini berpotensi akan mengurangi rasa percaya masyarakat kepada pemerintahan Prabowo, khususnya terkait dengan komitmen penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan transparan.”
“Maka dengan ini, kita mendesak presiden Prabowo untuk memperhatikan secara serius putusan MK terkait dengan cawe-cawe salah satu anggota kabinetnya.
Ray mengatakan, terdapat dua putusan sengketa MK terkait sengketa hasil pilkada 2024 yang cukup menarik dicermati. Pertama sengketa Pilkada Banjar Baru. Kedua sengketa Pilkada Kabupaten Serang. Dua putusan MK ini sangat patut untuk diapresiasi. Karena bersifat progresif, menjaga prinsip jujur dan adil, serta pembenahan sistem Pilkada kita.
Khususnya terkait dengan Pilkada Banjar Baru. MK mengabulkan permohonan sengketa dari pemantau dengan memutuskan untuk menggelar pemungutan suara ulang di seluruh TPS. Putusan ini, jelas bukan hanya membatalkan hasil penghitungan suara. Tapi sekaligus membatalkan desain ketiga model pilkada Indonesia. Yakni suara pemilih tidak dihitung bila mencoblos paslon yang didiskualifikasi oleh KPU.
“Model ini, memang sangat rentan. Bukan saja karena dasarnya hanya merupakan ‘kreasi’ KPU tapi juga mengaburkan makna penting dari kompetisi Pilkada. Model ini, bahkan jauh lebih menyedihkan bila disandingkan dengan model Pilkada paslon tunggal,” katanya lagi.
Yang lainnya adalah adanya putusan MK yang menetapkan PSU di semua TPS Pilkada Kabupaten Serang. Putusan ini progresif. Sebab, selama ini, mulai timbul pesimisme masyarakat akan kejujuran dan keadilan Pilkada, khususnya yang melibatkan pejabat elite daerah. Maka putusan MK yang menyatakan bahwa ada unsur keterlibatan pejabat negara di dalam Pilkada Kabupaten Serang menyalakan kembali asa bahwa cawe-cawe pejabat negara dapat dikenai sanksi. ‘Kita sekarang menunggu tindakan ‘macan’-nya Pak Prabowo,” tandas Ray Rangkuti. (AM)
Discussion about this post