Daily News | Jakarta – Dilatarbelakangi oleh perasan prihatin yang sangat mendalam atas bencana alam yang dahsyat yang terjadi terakhir akhir-akhir ini, seperti banjir dahsyat di Sumatera, seorang Profesor Riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang bertugas di BRIDA Jawa Timur Prof Dr Ir Abdul Hamid, MP mengirim surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Surat itu berisi usulan perbaikan penanganan ekosistem lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan kehidupan.
Gurubesar Riset bidang Pertanian dan Kehutanan itu menyatakan hal tersebut kepada KBA News, Senin, 8 Desember 2025. Dia menyampaikan surat terbuka sebagai tanggungjawab sosial dan akademis yang sangat sedih atas bencana itu, yang merenggut nyawa ribuan orang, sekitar 600 orang masih hilang, puluhan ribu pengungsi dan jutaan orang terdampak karena rumah, tempat tinggal dan tempat usahanya hilang disapu banjir bandang yang dahsyat dan mengerikan itu.
“Melalui surat terbuka ini, kami ingin menyampaikan kegelisahan yang semakin kuat di tengah masyarakat atas kerapnya banjir, longsor, dan kerusakan lingkungan yang terjadi belakangan ini. Peristiwa demi peristiwa yang muncul bukan lagi sekadar tanda bahaya, melainkan alarm keras bahwa ada sesuatu yang keliru dalam cara kita mengelola lingkungan dan sumber daya alam,” kata peraih doktor bidang pertanian dan lingkungan dari Universitas Brawijaya itu.
Ditambahkan oleh pakar yang barusaja November lalu dikukuhkan sebagai Profesor Riset BRIN itu, kami memahami bahwa persoalan ekologis yang menumpuk sampai hari ini bukan sepenuhnya kesalahan satu pihak. Ini adalah akumulasi panjang dari berbagai kebijakan yang terlalu berpihak pada percepatan investasi, lemahnya pengawasan, serta situasi di lapangan yang sering membuat para petugas kehutanan berada dalam posisi terjepit.
Tidak jarang, kata Alumni Fakultas Pertanian Univeritas Negeri Bengkulu itu, independensi pengawas terkikis oleh ketergantungan ekonomi pada perusahaan pemegang izin, terutama di sektor HPH, perkebunan, dan pertambangan. Situasi seperti ini membuat pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami tidak bermaksud menunjuk atau menyalahkan siapa pun. Justru sebaliknya, kami mengajak semua pihak untuk bercermin. Setiap dari kita memiliki andil dalam kondisi yang kita hadapi sekarang. Karena itu, langkah perbaikan membutuhkan keberanian politik dan ketegasan sikap dari pemerintah, khususnya Presiden, untuk membenahi sistem dari hulu hingga hilir,” tambah laki-laki yang mempunyai karir panjang di Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu.
Delapan usul perbaikan
Atas dasar itulah, dia mengajukan beberapa usulan strategis yang dianggapnya bisa memperbaiki tatakelola pengelolaan lingkungan hutan. Pertama, menegaskan kembali komitmen negara bahwa perlindungan lingkungan dan keselamatan rakyat adalah hal yang harus didahulukan dalam setiap kebijakan pembangunan.
Kedua, memperketat aturan dan proses perizinan, terutama untuk sektor kehutanan dan sumber daya alam yang memiliki risiko ekologis tinggi. Ketiga, membangun sistem pengawasan yang benar-benar independen, kuat, transparan, dan terlindungi dari konflik kepentingan. Keempat, memberikan jaminan perlindungan karier dan kesejahteraan bagi para aparat pengawas, agar mereka tidak mudah ditekan oleh kepentingan pemodal.
Kelima, mengarahkan kembali orientasi pembangunan agar tidak semata mengejar investasi cepat, tetapi memastikan keberlanjutan ekologi sebagai pondasi utama. Keenam, menjadikan pembiayaan AMDAL sebagai tanggung jawab negara, bukan ditanggung pemohon izin, sehingga kualitas analisis bisa terjaga profesional, objektif, dan bebas dari intervensi.
Ketujuh, mengubah orientasi pemanfaatan hutan dari eksploitasi fisik menjadi ekonomi karbon. Dengan menjaga hutan tetap utuh, negara tetap dapat memperoleh nilai ekonomi tanpa harus menebang atau merusak ekosistem yang tersisa. Kedelapan, memberlakukan moratorium izin baru di sektor kehutanan selama 10 tahun untuk memberi ruang pemulihan lingkungan yang sudah berada dalam kondisi kritis.
“Usulan ini kami sampaikan bukan untuk menimbulkan kegaduhan, tetapi sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab moral atas masa depan negeri yang kita cintai bersama. Jika langkah perbaikan tidak dimulai sekarang, beban ekologis dan penderitaan rakyat, akan semakin berat dari tahun ke tahun,” demikian Abdul Hamid. (EJP)
