Daily News | Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di wilayah pulau-pulau kecil di Raja Ampat. Langkah ini menyusul tekanan dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan dan masyarakat sipil.
Namun, menurut Pengamat Sosial Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Nurmadi Harsa Sumarta, keputusan pencabutan ini tidak boleh membuat publik lengah dan cepat puas. “Jangan buru-buru seolah semua sudah selesai. Pemerintah sering kali hanya meredam isu, bukan menyelesaikan akar persoalan,” ujarnya kepada KBA News, Kamis, 12 Juni 2025.
Ia mengungkapkan bahwa pencabutan IUP itu hanya sebagian kecil dari masalah yang lebih besar. Dari 16 izin yang disebut telah dikeluarkan di kawasan Raja Ampat, baru empat yang secara resmi dicabut. Salah satu yang disebut belum dicabut adalah PT GAG Nikel.
Raja Ampat: kawasan geopark dunia yang terancam
Doktor Ilmu Lingkungan Sumberdaya ini menyatakan, Raja Ampat telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) sejak 24 Mei 2023. Kawasan ini mencakup empat pulau utama—Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool—serta wilayah perairannya yang dikenal sebagai ekosistem laut paling kaya di dunia. Oleh karena itu, keberadaan industri pertambangan di kawasan ini dinilai sangat membahayakan.
“Keajaiban alam seperti Raja Ampat tidak bisa direstorasi dengan uang, bahkan triliunan rupiah sekalipun. Kerusakannya akan bersifat permanen,” tegas Dr. Nurmadi.
Ia menekankan bahwa keindahan alam bawah laut di Raja Ampat terbentuk selama miliaran tahun, jauh sebelum manusia ada. Keragaman hayatinya adalah anugerah alam dan bagian dari simfoni ciptaan Tuhan yang tidak boleh dikorbankan demi kepentingan ekonomi jangka pendek.
Dr. Nurmadi juga menyoroti pola berulang di mana kebijakan lingkungan seringkali bersifat reaktif dan simbolik. Ia mencontohkan kasus pagar laut yang tetap berdiri meski telah diminta dibongkar oleh otoritas militer laut, serta penggusuran yang terus terjadi di wilayah PIK 2 Jakarta.
“Seolah presiden pun dikepung oleh kepentingan oligarki. Dalam situasi ini, rakyat harus terus mengawasi dan menyuarakan keprihatinan,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya keberadaan negara sebagai pelindung rakyat dan lingkungan. “Negara harus hadir dengan seluruh kekuasaan hukumnya. Jangan sampai tunduk pada tekanan para pemilik modal.”
Apresiasi untuk aktivis dan seruan etis
Dalam kesempatan itu, Dr. Nurmadi juga menyampaikan apresiasi kepada para aktivis lingkungan, LSM lokal, dan organisasi internasional seperti Greenpeace yang terus mengawal isu ini secara konsisten. “Tanpa mereka, kerusakan lingkungan akan terus terjadi secara masif dan senyap. Mereka adalah garda depan penjaga bumi,” katanya.
Mengutip Mahatma Gandhi, ia menutup pernyataan dengan sebuah pesan moral yang kuat: “Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan satu orang.” (AM)