Daily News | Jakarta – Aksi demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPR RI yang memakan korban jiwa terus menjadi sorotan. Pengamat politik Adi Prayitno menegaskan, ada dua tuntutan utama rakyat yang harus segera dipenuhi agar unjuk rasa berhenti: pencabutan tunjangan fantastis anggota DPR dan percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset.
Adi mengungkapkan, jauh sebelum demonstrasi pecah, ajakan untuk turun ke jalan sudah ramai di media sosial. Mahasiswa, buruh, hingga masyarakat umum menyuarakan keresahan mereka terhadap kebijakan DPR.
Menurutnya, pemberian tunjangan baru untuk anggota dewan sangat tidak tepat di tengah situasi ekonomi yang sulit. “Di saat rakyat kesulitan mencari kerja, PHK terjadi di mana-mana, masih banyak yang miskin dan menganggur, DPR justru mendapat tunjangan fantastis. Ini tidak masuk akal,” tegas Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) itu dalam kanal YouTube pribadinya, Minggu, 31 Agustus 2025.
Adi menilai kebijakan tersebut melukai perasaan rakyat dan melahirkan resistensi publik. “Satu sisi elit mendapat pertunjangan, sementara rakyat berjuang sekadar untuk bertahan hidup. Ini masalah common sense,” jelasnya.
Selain isu tunjangan, rakyat juga mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. RUU ini dinilai publik sebagai instrumen penting untuk memberantas korupsi secara serius.
“Banyak yang meminta rancangan undang-undang perampasan aset segera disahkan. Ini dianggap pintu masuk dan pedoman nyata untuk menyelesaikan persoalan korupsi. Dengan begitu publik akan menilai ada komitmen besar dari negara,” ujar Adi.
Menurutnya, lambannya pembahasan RUU tersebut ikut menyulut demonstrasi besar. Ketidakpekaan elite pada dua isu strategis ini, kata Adi, membuat rakyat merasa diperlakukan tidak adil.
“Dua isu inilah tunjangan DPR dan RUU Perampasan Aset yang menjadi fokus utama. Kalau segera diselesaikan, unjuk rasa bisa berhenti,” pungkasnya. (DJP)