Daily News | Jakarta – Psikolog, Wara Anggana mengatakan, dirinya sependapat dengan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bahwa orang tua harus mengontrol penggunaan smartphone, tablet, hingga televisi pada anak. Salah satunya dengan membatasi screen time dan mengajak membuat kesepakatan dalam penggunaan teknologi tersebut.
Anies juga menyarankan agar orang tua mulai mengajari anak untuk tidak hanya menyerap informasi dari media sosial melainkan sebagai pembuat informasi atau konten kreator.
Sebelumnya, hal tersebut Anies sampaikan saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar oleh Kitabisa dan Salam Setara, di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, pada Selasa, 29 Juli 2025.
“Pendekatan ini tidak hanya melatih kedisiplinan, tapi juga rasa tanggung jawab anak terhadap pilihannya sendiri,” kata Wara Anggana saat diwawancara KBA News, Senin, 4 Agustus 2025.
Namun, lulusan Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta tersebut mengaku juga memiliki catatan terkait ide Anies untuk mendorong anak menjadi content creator tersebut.
Di satu sisi pendapat ini sangat baik, anak bisa mengasah kreativitas dan percaya diri. Namun di sisi lain, sehubungan dengan setiap anak itu unik tentu saja dorongan ini tidak bisa diterapkan untuk semua anak.
Kata perempuan yang kini berprofesi sebagai dosen tersebut, bagi anak yang memang memiliki ketertarikan menjadi content creator, ini adalah ide yang sangat baik.
Tetapi, bagi anak yang tidak berminat di bidang ini, dorongan seperti ini bisa saja dirasakan anak sebagai tuntutan yang bisa menimbulkan efek beban emosional.
“Kita juga perlu mempertimbangkan aspek privasi dan keamanan anak, karena paparan publikasi social media yang terlalu dini bisa saja beresiko pada kesejahteraan psikologis mereka,” jelasnya.
Tips membersamai anak
Wara Anggana pun membagikan tips bagi orang tua dalam membersamai anak-anak dalam mengatur agar terhindar dari kecanduan teknologi tersebut.
Pertama, tetapkan batasan screen time sesuai usia. Misalnya, untuk anak usia 2 tahun, hindari screen time, kecuali video call dengan keluarga. Bagi usia 2 hingga 5 tahun, maksimal 1 jam perhari hari bagi konten edukatif dan berkualitas.
“Untuk 6-12 tahun, 1-2 jam perhari, dengan jadwal jelas. 13 tahun ke atas. Fleksibel, tapi tetap terstruktur sesuai tanggung jawab sekolah dan sosial,” jelasnya.
Kedua, batasi konten yang dikonsumsi anak. Ia menjelaskan, pilih tontonan edukatif, kreatif, dan sesuai usia. Bagi anak usia 13 tahun ke bawah usahakan untuk tidak menonton video short.
Kata dia, dalam penelitian yang dilakukan oleh Christakis et al (2018) menunjukkan, paparan media visual cepat dapat mengganggu kemampuan fokus, regulasi diri anak, dan dapat memicu perilaku impulsive pada anak. ‘Hindari tontonan kekerasan, ujaran kebencian, atau konten dewasa,” jelasnya.
Ketiga, gunakan aplikasi parental control. Seperti google family link atau sejenisnya untuk membantu memantau aplikasi yang diunduh, mengatur waktu penggunaan harian, dan melihat laporan aktivitas digital anak.
Keempat, damping anak saat screen time. Ia menyampaikan, orang tua bisa meluangkan waktu 1x seminggu ±15-30 menit untuk menonton atau bermain game bersama anak.
“Cukup 1-2 tayangan atau 1 sesi game untuk membangun interaksi dan melatih anak berpikir kritis tentang apa yang mereka konsumsi,” katanya.
Kelima, bangun kesepakatan digital keluarga. Diskusikan aturan screen time dan konten bersama anak. Tempel jadwal penggunaan gadget di rumah agar anak merasa terlibat dan bertanggung jawab.
Keenam, jika memungkinkan orang tua perlu memperhatikan juga waktu menggunakan gadget di depan anak. Sebaiknya hindari bermain hand phone saat jam belajar anak di rumah. Ini adalah wujud support dan menghargai anak yang sedang belajar.
“Jika orang tua perlu membalas pesan yang sangat penting, misal berkaitan dengan koordinasi pekerjaan. Sampaikan izin kepada anak ‘maaf ya kak, mama mau balas WA kerjaan dulu sebentar’. Setelah pesan dibalas, tutup kembali hand phone Anda,” ujarnya. (EJP)



























