Daily News | Jakarta – Para elit dan pemegang kekuasaan di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto hendaknya menyadari bahwa keadaan sekarang tidak sedang baik-baik saja. Rakyat sedang resah atas kehidupan yang makin berat dan sengsara. Diperlukan gerakan reformasi jilid dua yang tidak membahayakan. Jika mereka abai, dikhawatirkan situasi akan memanas dan menyulut revolusi, yang dampaknya bisa sangat mengerikan.
Hal itu dikatakan Ekonom Senior yang juga Gurubesar Ilmu Ekonomi IPB Bogor Didin S Damanhuri kepada KBA News, Ahad, 7 September 2025, menanggapi situasi politik terakhir sejak pekan lalu. Bermula dengan kritik masyarakat yang diwakili oleh mahasiswa dan buruh di depan Gedung DPR-RI yang berakibat pada wafatnya Affan Kurniawan dilindas oleh Kendaraan Taktis (Rantis) Brimob yang disusul dengan kerusuhan, pembakaran dan penjarahan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Dikatakannya, ada kesimpang-siuran informasi tentang apa yang terjadi pada saat kerusuhan dan oenjarahan itu. Beberapa kesimpulan, termasuk dari Boco Alus Tempo mengatakan ada tentara di balik kerusuhan. Lalu ada juga pernyataan dari mantan Kepala BIN Hendroriyono bahwa ada pihak asing yang terlibat menjadi dalang kerusuhan.
Ada juga yang menyebutkan Geng Solo juga ikut memanfaatkan situasi. Lalu Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) menyatakan bahwa ada kekerasan yang dilakukan pihak kepolisian. Ada juga yang menyatakan bahwa peranan dari Menteri Pertahanan Syafri Syamsudin tidak bisa dikesempaingkan. Lalu muncul isyu tentang akan diperlakukannya Darurat Militer.
“Semua data-data tersebut didukung oleh argumen dan informasi yang kridibel. Dengan demikian, menurut saya, gerakan mahasiswa yang murni awalnya yang terjadi pada tanggal 25 Agustus dan Gerakan Buruh pada tanggal 28 adalah itu memang gerakan yang merepresentasikan tuntutan rakyat secara murni dan keseluruhan,” kata salah seorang pendiri Indef itu.
Tetapi pasca tewasnya Affan Kurniawan tergilas oleh Rantis Brimob, terjadilah gerakan yang sifatnya sistematis, yang melanda hampir semua kota-kota besar. Ini terjadi berhari-hari yang disertai pembakaran, kerusuhan dan penjarahan. Banyak orang berpendapat, tidak mungkin itu adalah sebuah gerakan murni tetapi sudah penuh rekayasa.
Didin menduga, semua itu adalah gerakan dari berbagai pihak yang memanfaatkan situasi dengan tujuan masing-masing. Apakah itu tujuannya agar terjadinya perubahaan kekuasaan atau merupakan sebuah gerakan yang meninginkan adanya perubahan format pemerintahan atau apakah itu ingin ada semacam situasi Reformasi 1998. “Itu yang kita tidak tahu, tetapi analisa dan spekulasi liar terlanjur merebak,” katanya.
Situasi cenderung resah
Tetapi, tambahnya, setelah menelaah semuanya, ternyata, data-data dan kecendrungan (trend) itu masing-masing mempunyai informasi yang didukung oleh analisis yang kuat. Yang pasti, setelah Presiden Prabowo memanggil para pimpinan parpol dan pimpinan DPR ke Istana, memang ada kecenderungan situasi meredah dan membaik.
Tetapi tuntutan-tuntutan yang disampaikan kampus terkemuka dan dari ormas-ormas seperti KAHMI, ICMI, GMNI, NU, Muhammadiyah dan lain-lain yang menyuarakan tentang perlunya perubahan secara mendasar dan menyeluruh, di segala bidang akan dapat diharapkan mengubah situasi menjadi lebih baik. Juga 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka menengah yang disebut sebagai tuntutan 17 + 8 serta adanya gerakan mahasiswa lanjutan timbul pertanyaan apakah tuntutan-tuntutan tersebut dilaksanakan atau hanya menjadi semacam macan kertas.
Menurutnya, sebenarnya jika melihat situasi di dalam masyarakat yang terdampak oleh situasi ekonomi yang berat ini, di mana lebih dari 50 persen rakyat menderita dan sengsara, menunjukkan situasi yang tidak baik-baik saja. Mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok dikarenakan daya beli lemah, pengangguran dan PHK marak, pasar sepi, kehidupan UMKM merosot.
“itu tinjauan dari situasi ekonomi mikro. Sedangkan secara makro dan finansial, APBN kita berada dalam ruang fiskal yang makin dibebani oleh utang luar negeri dengan kewajiban membayar utang pokok dan cicilan, dengan bunga yang semakin besar sehingga APBN makin terbatas. Beban APBN yang berat itu dengan sendirinya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional yang pada gilirannya menghambat pembukaan lapangan kerja baru untuk rakyat,” katanya.
Dalam kondisi politik dan ekonomi tidak menentu dengan situasi global yang makin menekan, dia menilai, tuntutan masyakat akan terus muncul dan menguat. Jika terkesan mereda setelah Presiden bertemu dengan pimpinan Partai dan pimpinan DPR, itu hanya bersifat sementara saja. Ibarat penyakit, itu hanya menghilangkan rasa sakit saja, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Jika perbaikan ekonomi dan politik tidak terjadi, maka tuntutan itu akan terus ada. Akan timbul tuntutan perubahan oleh seluruh masyarakat yang jika diabaikan akan meledak dalam bentuknya yang lebih parah.
Karena itu para elit politik harus segera menyadari bahwa tanpa perubahan yang mendasar maka kekecawaan masyarakat yang terlihat diwakilii oleh mahasiswa dan buruh akan terus bergejolak. “Gerakan civil society akan semakin membesar. Kita berharap tidak terjadi people power yang akhirnya rakyat juga yang dirugikan. Perlu gerakan reformasi jilid dua,” demikian Didin S Damanhuri. (DJP)