Daily News | Jakarta – Dalam merebaknya kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) Whoosh itu terlihat jelas Presiden Prabowo mendapat tekanan agar mengambil alih kasus itu. Tekakan dalam negeri datangnya dari mantan Presiden Joko Widodo dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Tetapi yang paling tidak bisa ditolak adalah tekanan cari negara penyedia Whoosh itu sendiri yaitu Republik Rayat China.
Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Gerakan Perubahan yang juga pegiat politik dan pejuang penegakan hukum dan HAM Muslim Arbi kepada KBA News, Jum’at, 7 November 2025. “Faktor China itulah yang membuat Prabowo tidak bisa berkata selain melawan opini publik dalam negeri yang mendesak agar APBN tidak dipakai untuk menalangi utang besar dan gila-gilaan yang dibuat oleh Jokowi di masa dia berkuasa,” kata Muslim.
Dikatakannya, dia sangat yakin. kita masih sebagai negara berdaulat. Itulah yang dikoar-koarkan oleh Prabowo. Sehingga siapa pun dan apapun bentuk intervensi asing dalam hal apa saja akan ditolaknya. Kedaulatan Negara adalah Harga Mati. Tak dapat di tawar – tawar. “Tetapi di situlah ironi atas koar-koarnya. Dalam hal kasus Kereta Cepat Bisnis antara RI-China, negera ini seolah mendapat tekanan dan intervensi berat dari Asing, yaitu dari China,” kata Alumni ITB Bandung itu.
Rakyat pada mulanya optimis dan mendukung pernyataan Menkeu Purbaya Yudha Sadewa yang menolak untuk menalangi utang Whoosh itu lewat APBN. Pernyataan itu membuat Jokowi dan Luhut marah. Opini rakyat sendiri sebagian besar dukung Purbaya. Tidak sewajarnya proyek B to B, beban utangnya ditanggung negara.
Untuk meredam pendapa rakyat itu Prabowo tampil seperti seorang pahlawan kesiangan. Dia menyatakan tidak ada masalah pembayaran utang Whoosh itu. Dia mengambil alih kasus itu dan berteriak akan bertanggung jawab penuh. Kita, katanya, siap mambayar utang itu karena cash-flow kita lancar. Duit untuk bayar utang itu diambil dari rampasan para koruptor yang disita negara. Kita sanggup untuk membayar Rp 1,3 sampai 1,6 setiap tahun sampai 60 tahun ke depan.
“Pernyataan Presiden Prabowo yang siap ambil alih dan menanggung beban hutang Whoosh, menjadi pertanyaan besar. Apakah negeri ini masih berdaulat? Tidakkah Kedaulatan kita sudah digadaikan ke China oleh Jokowi dalam kasus Whoosh – KCIC. Anehnya, Prabowo seakan melegalkan penggadaian yang memalukan itu,” ujar Muslim gusar.
Masalah kasus kereta Whoosh itu sudah menjadi konsumsi masyarakat ramai. Publik terlanjur sudah tahu ketika Jepang Gagal mendapatkan Proyek kereta cepat dan Jokowi sendiri yang memutuskan proyek ugal-ugalan dan jadi beban akhirnya jatuh ke tangan China. Di saat itu Jokowi sangat mesra dengan Xi Jinping. Dugaan kuat Jokowi mendapat keuntungan pribadi atas proyek tersebut.
Para ahli, pakar dan aktivis telah bicara sejak awal sudah menolak proyek itu . Bahkan di saat masih menjabat Adrianof Chaniago sebagai Mentri Bappenas dan Ignatius Jonan sebagai Menteri Perhubungan dicopot gara-gara menolak Proyek tersebut. Patut dicurigai mengapa Jokowi menyetujui proyek tidak layak itu.
Tidak lewat pertimbangan
Tanpa pemikiran yang mendalam dan mempertimbangkan kondisi negara, Jokowi sendiri yang memutuskan meski kata Luhut Whoosh adalah barang busuk dari awal. Publik meributkan Whoosh karena proyek ini merusak dan membahayakan kedaulatan negara. Whoosh bukan Investasi dagang semata. Proyek itu merupakan wujud dari intervensi dan invasi atasi kedaulatan negara dan kemerdekaan Bangsa.
Prabowo jangan bermain api di Whoosh. Bisa berbahaya dan terbakar. Sebab, banyak ahli dan pakar menduga Whoosh itu hanya sebuah kasus kecil dari puluhan kasus yang dibuat Jokowi yang berpotensi merugikan keuangan negara dengan jumlah yang sangat besar, fantastik,mencapai ribuah triliun rupiah yang dilakukannya selama 10 tahun berkuasa.
“Timbul pertanyaan, jika semua kerugian yang diakibat kibijakan salah dan koruptif yang dilakukan Jokowi ditanggung Presiden karena kebusukan Jokowi dan Luhut, bersediakah Presiden Prabowo menanggung dan membayar Utang Rp 24.000 di era Jokowi yang dibongkar Menkeu Purbaya dan dipertegaskan oleh Said Didu,” tanyanya.
Ataukah ini cara Prabowo untuk memadamkan gerak Purbaya yang bela kepentingan Negara dan Rakyat? Kalau itu benar berarti nasib Purbaya di Kabinet tidak akan lama lagi. “Tidakkah cara Prabowo bela Jokowi dan Luhut dalam kasus ini semakin mengkonfirmasi Jokowi dan juga Luhut yang dituding sebagai orang yang bekerja untuk China?” tanyanya lagi.
Rakyat masih berharap Presiden Prabowo untuk berpikir jernih dan melihat kasus Whoosh secara seksama. Dan sudah harus mempertimbangkan Whoosh bukan proyek intervensi dan invasi China berbalut investasi dagang. Jelas, kami kaget atas Pikiran, Ucapan dan Tindakan Presiden Prabowo soal Malapetaka investasi Whoosh.
Dia cuma mengingatkan agar jangan sampai Whoosh ini menjadi ‘Huss’ untuk Prabowo. Jangan seperti kata pepatah Malaku, hari pagi tetapi telah memasang batu krikil di sepatu anda sendiri, Tuan. (HMP)



























