Daily News | Jakarta – Penegakan hukum kita masih lemah. Saat ini yang paling buruk adalah law enforcement bagi ASN, POLRI dan TNI. Hukuman bagi mereka yang melakukan kesalahan berat (korupsi, sogok menyogok bahkan penyiksaan dan kezholiman lainnya) sangat tidak memenuhi rasa keadilan dan kepantasan di dalam masyarakat.
Pengamat politik dan ekonomi dari Universitas Negeri 11 Maret (UNS) Surakarta Nurmadi H Sumarta menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 11 Juni 2025 menanggapi penegakkan hukum selama 10 tahun ini, yaitu sejak era Presiden Jokowi yang kemudian diteruskan oleh penggantinya Presiden Prabowo Subianto yang menang Pilpres 2024.
Menurut salah seorang Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) itu, praktek penegakkan hukum sangat parah, menyengsarakan rakyat dan menghina keadilan seperti yang dicita-citakan para pendiri Repubrik yang dimasukkan dalam Konstitusi, seperti yang tercantum dalam pasal 1 UUD 1945 bahwa negara adalah berbentuk Republik kesatuan, dengan kedaulatan di tangan rakyat dan berdasarkan hukum.
“Ternyata prakteknya apa? Terhadap ketiga alat pelaksana negara itu, rakyat melihat dan merasakan ketidakadilan. Sering kali hanya dihukum indisipliner berupa penurunan pangkat, padahal kesalahan tersebut bukan hanya indisipliner tetapi kejahatan melawan hukum. Mestinya, selain mereka harus menghadapi sanksi pidana, mereka layak segera dipecat tidak dengan hormat,” kata Konsultan pajak yang tinggal di Tangerang dan Solo itu.
Ditambahkannya, penegakkan hukum itu sangat penting dalam kehidupan kita sebagai bangsa dan negara. Dengan demikian, tidak ada lagi ASN, Polri dan TNI yang menyalahgunakan kewenangannya. Tindakan hukum yang ringan terhadap mereka itu, tidak saja tercela tetapi menimbulkan ketidakadilan yang membuat rakyat teralienasi dari hukum itu sendiri. Akibatnya, masyarakat tidak lagi merasa terlindungi oleh hukum sepeti cita-cita para pendiri Republik ini.
“Termasuk Polantas korup yang terima sogokan bayar tilang, harusnya dikeluarkan, karena itu kesalahan besar yang seolah dianggap kelumrahan. Para Polantas yang merazia kendaraan bukan untuk menegakkan hukum tetapi mencari-cari kesalahan. Hampir setiap orang yang pernah ditilang kendaraannya merasakan bahwa para Polantas itu bukan untuk menegakkan ketertiban dan keamanan tetapi untuk menemukan kesalahan dan akhirnya terpaksa membayar sogok agar tidak ditilang,” katanya.
Negara sudah lumpuh
Ditambahkannya, ini sesuatu yang tidak benar. Negara sudah dilumpuhkan wibawanya dan sudah dipermalukan oleh aparatnya sendiri. “Intinya negara nggak butuh manusia brengsek, zolim apalagi munafik. Inilah dampaknya dari para polisi yang dulunya melakukan kesalahan tetapi tidak pernah dihukum. Mereka membuat rusak bangsa dan negara ini saat mereka jadi para pejabat penting,” keluhnya.
Kasus Sambo, tambahnya, sebenarnya sudah cukup jelas untuk melihat bobroknya kepolisian kita. Para jenderal polisi seperti itu sungguh sudah tidak pantas lagi pakai seragam polisi. Pemberian jabatan harus benar benar selektif dan ketat. Sebagaimana diketahui, Sambo membunuh ajudannya sendirinya sendiri karena menuduh telah terjadi perselingkuhan antara ajudannya itu dengan istri sang jenderal. Faktanya persidangan membantahnya. Dia dihukum mati tetapi kemudian diturunkan menjadi 20 tahun. Sampai sekarang tidak jelas apakah dia dipecat dari Dinas.
Merajalelanya kasus KKN di negara ini adalah akibat karena rusaknya aparat negara. Kerusakan terjadi di semua lini dan aparat, baik ASN, Polisi, Jaksa, Hakim, hingga DPR. “Mengapa mereka bisa rusak? Karena negara dipimpin oleh Presiden yang membiarkan kerusakan itu terjadi dan sekaligus juga ikut merusak aturan negara dengan tidak tahu malu demi kepentingan anak, keluarga dan oligarki pendukung dan penyokongnya,” katanya geram.
Dikatakannya, kondisi dan situasi yang lebih buruk lagi juga terjadi dalam tata kelola perijinan baik industri, hutan maupun tambang. Apa yang terjadi di Pulau Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya menunjukkan dugaan jelas bahwa penyelenggara negara ikut memicu kehancuran dan kesemrawutan di Kabuapten yang dijuluki Surga di Dunia itu.
Presiden Prabowo harus segera tegas dalam pengawasan dan pemberian ijin setiap usaha yang menyangkut tanah dan kekayaan alam. “Harus ada jaminan kesinambungan yang tidak merusak alam. Kita harus bisa menjaga keadilan, kelestarian lingkungan dan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat dan generasi yang akan datang,” demikian Nurmadi H Sumarta. (AM).