Daily News | Jakarta – Ketidakhadiran Presiden Indonesia di forum-forum internasional, khususnya Sidang Umum PBB, dinilai dapat berdampak negatif terhadap posisi global Indonesia. Penilaian ini disampaikan oleh Dr. Yanuardi Syukur, peneliti Pusat Riset Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia (UI), menanggapi pernyataan tokoh nasional Anies Baswedan yang mendorong agar kepala negara hadir aktif di panggung internasional.
Menurut Yanuardi, absennya presiden memberi kesan bahwa Indonesia kurang serius dalam menyikapi isu-isu global, serta melewatkan peluang diplomatik strategis yang biasanya terbangun melalui pertemuan informal di sela-sela forum global. “Itu bukan hanya soal protokoler, tetapi strategi diplomasi aktif yang menunjukkan kepemimpinan dan keberpihakan Indonesia pada isu-isu keadilan global,” ujarnya kepada KBA News, Rabu, 16 Juli 2025.
Anies Baswedan sebelumnya menyampaikan keprihatinannya atas ketidakhadiran kepala negara dalam forum PBB selama beberapa tahun terakhir. Dalam pidatonya di Rapimnas I Gerakan Rakyat, Anies menyebut bahwa Indonesia sebagai negara besar harus selalu hadir dan bersuara dalam pertemuan-pertemuan global.
Yanuardi mengamini pandangan tersebut. Menurutnya, Indonesia memiliki posisi penting sebagai negara demokrasi terbesar di dunia Islam dan Asia Tenggara. Kehadiran presiden di forum PBB dapat memperkuat citra Indonesia sebagai pemimpin kawasan dan juru bicara negara-negara berkembang, khususnya terkait isu Palestina, perubahan iklim, dan ketimpangan ekonomi global.
Ia menambahkan, “Kita rindu pidato-pidato inspiratif seperti Bung Karno di PBB tahun 1960. Itu bukan hanya simbolik, tapi mencerminkan jiwa kepemimpinan global Indonesia.” Pidato Bung Karno tersebut bahkan telah diakui UNESCO sebagai bagian dari *Memory of the World* pada 2023, menunjukkan dampak besar kehadiran kepala negara dalam membentuk persepsi global.
Lebih jauh, forum PBB juga menjadi ajang penting untuk membangun komunikasi bilateral dan multilateral, baik dengan negara-negara besar seperti AS, Tiongkok, dan Rusia, maupun dengan sesama negara berkembang. Kehadiran presiden membuka jalur diplomasi tingkat tinggi yang lebih efektif dalam membentuk koalisi dan aliansi strategis.
Yanuardi juga menekankan bahwa keterlibatan aktif dalam forum internasional berdampak pada persepsi dunia terhadap Indonesia. Negara yang hadir aktif di forum global dipandang sebagai negara yang bertanggung jawab, memiliki visi, dan siap berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan global. “Citra ini penting untuk mendukung investasi, kerja sama pembangunan, serta memperkuat posisi tawar kita dalam berbagai negosiasi internasional,” jelasnya.
Dalam konteks isu Palestina, kehadiran Presiden RI sangat strategis untuk terus menyuarakan diplomasi kemanusiaan. Meskipun Presiden Prabowo sudah menunjukkan komitmen terhadap Palestina, suara tersebut perlu terus diperkuat dalam berbagai forum global, termasuk PBB.
Yanuardi mengingatkan, dunia saat ini memasuki era multipolar dengan kompetisi pengaruh antarnegara besar. Dalam situasi ini, Indonesia perlu tampil sebagai aktor proaktif yang membawa nilai-nilai keadilan dan solidaritas. “Kepemimpinan global tidak bisa dijalankan setengah hati. Presiden harus hadir, bersuara, dan menunjukkan arah,” pungkasnya. (HMP)