Daily News | Jakarta – Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, mengungkap sejumlah pandangannya terkait perjalanan UGM dan dugaan masalah ijazah Presiden Joko Widodo. Pernyataan ini disampaikan saat ia berbincang dengan Rismon Sianipar dalam sebuah tayangan di YouTube.
Sofian menilai, meski UGM sudah lama menyatakan jati dirinya adalah Pancasila, implementasinya belum sepenuhnya berjalan. “Beberapa tahun lalu kita mengadakan seminar tentang implementasi jati diri di UGM. Saya katakan, UGM belum mampu menjadikan Pancasila sebagai jati dirinya,” ujarnya dikutip KBA News, Rabu, 16 Juli 2025 .
Ia mengutip pesan Presiden Sukarno saat hadir dalam Dies Natalis ke-10 UGM, yang kala itu berharap kampus ini melahirkan generasi bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus menanamkan Pancasila dalam sanubari.
“Bung Karno bilang, kita baru bisa menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup, tapi belum cukup mampu menjadikannya filsafat keilmuan yang menghasilkan disiplin ilmu. Misalnya, Fisipol harus bisa melahirkan teori-teori tentang Pancasila, ekonomi melahirkan ekonomi Pancasila,” tutur Sofian.
Menurutnya, ilmu-ilmu non-eksakta di UGM cenderung masih bergantung pada referensi Barat. “Pancasila belum ditanamkan secara mendalam. Ekonomi masih mempelajari ekonomi Barat, Fisipol juga begitu. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menanamkan Pancasila dalam dirinya,” katanya.
Sofian menyebut, minimnya pengajaran konsep Pancasila menyebabkan mahasiswa tidak memahami substansi demokrasi dan ekonomi Pancasila. “Mahasiswa tidak paham karena dosennya pun tidak mengajarkan,” tegasnya.
Ia juga mengkritik penghayatan Pancasila yang semakin luntur. “Dalam Undang-Undang Dasar, sebenarnya ruh Pancasila sudah dihilangkan. Hanya tertulis di pembukaan, hanya tekstual. Tidak ada penghayatan, lalu menafsir ke nasionalisme sempit, sekularisme, kapitalisme, liberalisme,” kata Sofian.
Selain membahas hal itu, Sofian turut menyinggung polemik ijazah Presiden Jokowi. Menurutnya, ada beberapa informasi yang ia peroleh dari rekan-rekan di Fakultas Kehutanan UGM.
“Saya banyak berbicara dengan teman-teman seangkatan Jokowi yang sudah jadi guru besar. Jokowi masuk UGM setelah lulus SMPP, ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa langsung masuk UGM. Ini yang menjadi kontroversi,” ungkapnya.
Sofian menjelaskan, pada 1980 tercatat dua mahasiswa bernama Hari Mulyono dan Joko Widodo masuk Fakultas Kehutanan. Hari Mulyono dikenal sebagai aktivis pendiri Sifa Gama dan lulus pada 1985.
“Sedangkan Jokowi, menurut profesor dan mantan dekan, tidak lulus dalam penilaian. Ada empat semester dinilai, sekitar 30 mata kuliah, IPK sekitar 2,” kata Sofian.
Ia menuturkan, berdasarkan transkrip nilai yang pernah dilihatnya, IPK Jokowi tidak mencapai 2. “Kalau sistemnya masih sarjana muda dan doktoral, seharusnya dia tidak lulus. Dua tahun pertama IPK-nya tidak memenuhi. Kalau memenuhi, otomatis lanjut ke sarjana,” ujarnya.
Sofian juga mempertanyakan skripsi Jokowi. “Saya pernah tanya, skripsinya kok kosong. Dijawab memang tidak diuji. Tidak ada tanggal dan tanda tangan penguji,” tambahnya.
Ia menyimpulkan, jika benar memiliki ijazah asli, kemungkinan itu adalah ijazah sarjana muda (BSc). “Tapi kalau ijazah skripsi sarjana (S1), menurut informasi itu, Jokowi tidak punya,” tuturnya.
Implikasi Moral dan Politik Jokowi
Sementara itu, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Ketua Dewan Pers, Prof. Kamaruddin Hidayat mengatakan, dengan tampilnya Prof. Sofian Effendi dalam pusaran dugaan ijazah palsu milik Jokowi, kasus ini akan memasuki episode baru.
“Episode baru sinetron ijazah Jokowi. Dengan tampilnya Prof Sofian Effendi (Rektor UGM 2002-2007) ikut membahas status kesarjanaan Jokowi, sinetron panjang tentang ijazah Jokowi akan memasuki babak baru,” tulisnya di Instagram pribadinya dikutip KBA News, Kamis, 17 Juli 2025.
Menurutnya, jika betul bahwa Jokowi hanya tamat sarjana muda, maka implikasi moral dan politiknya pasti akan heboh. “Institusi Polisi, pimpinan UGM dan beberapa orang yang menyandang nama besar akan terseret dalam pusaran kontroversi,” jelasnya.
“Bagi UGM, dengan independensi dan integritas keilmuan yang dimiliki mestinya tidak sulit untuk membuktikan apakah Jokowi itu benar-benar sarjana UGM yang sah menyandang titel Insinyur Kehutanan ataukah ijazah dan titelnya palsu,” ujar Prof. Kamaruddin Hidayat.
Diketahui, mantan Rektor UGM, Prof. Sofian Effendi ikut angkat bicara mengenai kasus dugaan ijazah palsu milik Jokowi. Pernyataan ini disampaikan saat ia berbincang dengan Rismon Sianipar dalam sebuah tayangan di YouTube.
“Saya banyak berbicara dengan teman-teman seangkatan Jokowi yang sudah jadi guru besar. Jokowi masuk UGM setelah lulus SMPP, ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa langsung masuk UGM. Ini yang menjadi kontroversi,” katanya.
Sofian menjelaskan, pada 1980 tercatat dua mahasiswa bernama Hari Mulyono dan Joko Widodo masuk Fakultas Kehutanan. Hari Mulyono dikenal sebagai aktivis pendiri Sifa Gama dan lulus pada 1985.
“Sedangkan Jokowi, menurut profesor dan mantan dekan, tidak lulus dalam penilaian. Ada empat semester dinilai, sekitar 30 mata kuliah, IPK sekitar 2,” kata Sofian.
Ia menuturkan, berdasarkan transkrip nilai yang pernah dilihatnya, IPK Jokowi tidak mencapai 2. “Kalau sistemnya masih sarjana muda dan doktoral, seharusnya dia tidak lulus. Dua tahun pertama IPK-nya tidak memenuhi. Kalau memenuhi, otomatis lanjut ke sarjana,” ujarnya. (AM)




























