Daily News | Yogyakarta – Suasana duka menyelimuti kediaman Rheza Sendy Pratama (21), mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta, Minggu (31/8/2025). Ia diduga menjadi korban insiden dengan aparat saat aksi massa di depan Polda DIY, Ring Road Utara.
Sejak siang, rumah keluarga di Sendangadi, Mlati, Sleman, dipenuhi pelayat. Tangis pecah ketika jenazah tiba dari RSUP Dr. Sardjito. Warga, kerabat, dan rekan kampus bergantian memberi penghormatan terakhir. Menjelang sore, ribuan orang mengiringi pemakamannya tak jauh dari rumah.
Luka dan kesaksian keluarga
Ayah almarhum, Yoyon Surono, menceritakan luka yang ditemukan di tubuh putranya. “Kepala luka, leher seperti patah, perut kanan ada bekas pijakan sepatu PDL, tubuh ada sayatan, punggung lecet, wajah membiru kena gas air mata,” ujarnya dengan suara bergetar.
Meski ada saran autopsi, termasuk dari kepolisian, keluarga menolak. “Kami pasrah, apa pun yang terjadi ini musibah,” tambahnya lirih.
Kronologi versi mahasiswa
Menurut pernyataan resmi BEM Amikom Yogyakarta, Rheza hadir dalam aksi sejak Sabtu malam. Saat situasi memanas, ia berusaha menjauh dengan motor bersama temannya. Namun mesin motor mati, gas air mata ditembakkan, temannya lolos sementara Rheza terjatuh dan dikepung aparat. Tak lama kemudian ia ditemukan tak berdaya dan dibawa ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong.
“Kita kehilangan seorang kawan, tapi tak boleh kehilangan daya juang,” tulis BEM Amikom.
Dukungan kampus dan kapolda
Pihak kampus membenarkan Rheza adalah mahasiswa aktif angkatan 2023. Meski tidak mengirim karangan bunga resmi, doa dan ucapan belasungkawa mengalir deras di media sosial.
Malam harinya, Kapolda DIY Irjen Pol Anggoro Sukartono datang langsung ke rumah duka menyampaikan belasungkawa. “Keluarga menerima kami dengan ikhlas,” ujarnya. Namun ia menegaskan kepolisian siap jika keluarga menempuh jalur hukum. “Jika ada yang tahu kejadian ini, kami minta keterangannya. Semua penting untuk proses hukum,” tambahnya.
Duka yang menyatukan
Arak-arakan pemakaman berlangsung penuh haru. Sahabat SMA, tetangga, dan rekan kampus bergantian mengangkat peti jenazah menuju peristirahatan terakhir. Doa bercampur dengan tangis, menandai kehilangan seorang anak muda penuh semangat dengan cita-cita panjang.
Kini rumah sederhana di Mlati menjadi saksi bisu kehilangan besar itu. Ribuan doa dipanjatkan, menyatukan duka dan harapan agar tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi semua. (EJP)