Daily News | Jakarta – Rakyat Indonesia berhak mendapatkan yang terbaik dari siapa pun yang dipercaya mengelola Danantara
Maka, ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyarankan Rosan Perkasa Roeslani mundur dari posisi Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM agar lebih fokus mengurus Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai Chief Executive Officer (CEO).
Menurut Wijayanto, Rosan harus mengundurkan diri dari posisi menteri karena untuk me-manage sebuah perusahaan saja butuh waktu 24 jam per hari, 7 hari per minggu, apalagi memimpin lembaga sebesar Danantara.
“Beliau pernah memimpin Recapital Advisory. Coba tanya beliau pasti 24 jam sehari saja kurang. Itu hanya satu grup kecil. Kalau memimpin Danantara yang di dalamnya ada arm investasi (INA) dan arm holding BUMN, ada 40 BUMN strategis di situ, 24 jam sehari pun kurang,” ujar Wijayanto Samirin dalam program Talkshow KBA News TV baru-baru ini.
Menurut Wijayanto, rakyat Indonesia berhak mendapatkan yang terbaik dari siapa pun yang dipercaya mengelola Danantara, maka siapa pun yang dipercaya harus memberikan yang terbaik. Salah satu indikasinya adalah memberikan dan mengalokasikan waktunya sepenuhnya untuk mengelola Danantara.
Wijayanto menambahkan, BUMN ini sebenarnya telur-telur emas milik rakyat yang dulu berserak, kemudian sekarang dikumpulkan jadi satu ditaruh di dalam keranjang yang disebut Danantara.
“Jangan sampai keranjang itu tumpah. Kalau keranjang itu tumpah, maka tumpah juga impian 287 rakyat Indonesia. Jadi jangan melihat Danantara just as an ordinary job, just as a corporation, jangan. Ini amanah dari 287 rakyat Indonesia kepada beliau-beliau yang di sana (Danantara) untuk menjaga telur-telur emasnya ditaruh di dalam satu keranjang,” ujar dia.
Di sisi lain, Wijayanto menilai tantangan yang dihadapi Danantara lebih berat dari GIC dan Temasek di Singapura. Hal ini karena Danantara menggabungkan arm investasi dan holding BUMN. Dan yang lebih berat lagi karena business environment di Indonesia jauh lebih menantang daripada di Singapura karena penuh ketidakpastian dan penuh politisasi.
“Makanya siapa pun yang memimpin Danantara harus tidak punya side job. Kalau ingin berkontribusi bagi negara, apa sih yang bisa lebih besar daripada menyukseskan Danantara, tidak ada. Jadi sudah fokus di situ saja,” tegas Wijayanto.
Kemudian, lanjut dia, yang memimpin Danantara sebaiknya bukan anggota partai politik. “Ini saya lihat di-state PP (Peraturan Pemerintah), tapi kurang itu. Tidak terafiliasi dan tidak menjalankan agenda politik harusnya itu juga dinyatakan (dalam PP). Kalau tidak anggota partai tapi kemudian menjalankan agenda partai politik kan bisa. Jadi harus lebih tegas karena PP ini nanti menjadi platform bagi siapapun masyarakat sipil, akademisi untuk memonitor Danantara. Ini jadi harus bagus,” jelas dia.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah meresmikan struktur BPI Danantara dengan menandatangani UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 mengenai Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.
Prabowo juga menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Danantara.
Rosan Perkasa Roeslani ditunjuk sebagai Kepala Badan Pelaksana/CEO Danantara, didampingi Pandu Patria Sjahrir sebagai Holding Investasi/ Chief Investment Officer (CIO) dan Dony Oskaria sebagai Holding Operasional/Chief Operating Officer (COO).
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menjadi Ketua Dewan Pengawas didampingi Wakil Ketua Muliaman D. Hadad serta Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Tony Blair sebagai Anggota Dewan Pengawas.
Dua mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, sebagai Dewan Penasehat. Sedangkan Presiden Prabowo menjadi Pembina dan Penanggung Jawab.
Berdasar data yang dihimpun KBA News, Danantara yang resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (24 Februari 2025) akan mengelola aset hingga lebih dari 900 miliar dolar AS dengan proyeksi dana awal mencapai 20 miliar dolar AS.
Sebagai langkah awal, tujuh perusahaan BUMN akan berada di bawah pengelolaan Danantara, yaitu Pertamina (PT Pertamina Persero), PLN (PT Perusahaan Listrik Negara Persero), BRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk), BNI (PT Bank Negara Indonesia Tbk), Mandiri (PT Bank Mandiri Tbk), Telkom Indonesia (PT Telkom Indonesia Tbk), dan MIND ID (Mining Industry Indonesia). Ke depan, Danantara akan mengelola total aset 47 BUMN.
Terkait dua menteri Kabinet Merah Putih di Dewan Pengawas dan posisi Rosan Roeslani sebagai pelaksana Danantara, Wijayanto Samirin menjelaskan bahwa posisi Sri Mulyani dan Erick Thohir di Dewan Pengawas Danantara sebagai Ex Officio.
Menurut Wijayanto, dewan pengawas/komisaris ini menjalankan urusan day to day juga pengawasan dan ada konsekuensi hukumnya, dan ujung pelaporan ke Presiden.
“Kalau di banyak negara posisi itu dipegang oleh Kementerian Keuangan karena BUMN-nya di bawah Kementerian Keuangan. Jadi di banyak negara seperti Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia) ketua dewan pengawasnya itu adalah kementerian keuangan. Di Indonesia kenapa ada menteri BUMN karena memang di Indonesia unik, aset itu tercatat di bawah Kementerian Keuangan tetapi pengelolaan manajemen dan regulasi di bawah Kementerian BUMN,” jelas Wijayanto. (AM)
Discussion about this post