Daily News | Jakarta – Sejak dilantik sebagai Presiden ke-8 RI pada Oktober tahun lalu, Prabowo Subianto tidak mendapat respons positif dari pasar modal. Dalam enam bulan terakhir, pasar menunjukkan reaksi negatif, ditandai dengan penurunan signifikan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Prabowo sendiri tampak tidak peduli terhadap bursa saham, sebagaimana pernyataannya bahwa ia tidak memiliki perusahaan yang terdaftar di pasar modal dan rakyat tidak memahami bursa efek.
Pengamat pasar modal Hendarto menyoroti bahwa sejak pelantikan Prabowo pada 20 Oktober 2024, IHSG langsung turun 0,86% sehari setelahnya. Ketika Danantara diluncurkan pada 24 Februari 2025, IHSG kembali turun 2,4% sehari setelahnya. Hingga 18 Maret 2025, IHSG terus melemah dan ditutup pada level 6.149. Hendarto menilai bahwa pemerintah perlu lebih tanggap terhadap kondisi pasar dan berbagai isu ekonomi yang muncul.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Penurunan IHSG
Beberapa faktor eksternal dan internal berkontribusi terhadap pelemahan IHSG:
1. Isu Ekonomi dan Korupsi
o Kasus pemagaran laut oleh PT Agung Sedayu yang belum terselesaikan.
o Munculnya kasus korupsi dalam jumlah besar yang merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo.
2. Ketidakpastian Kebijakan Ekonomi
o Mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, yang dinilai sebagai penjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia.
o Besarnya aksi jual investor asing saat IHSG anjlok pada 18 Maret 2025.
3. Faktor Politik dan Otoritarianisme
o Rapat tertutup pembahasan RUU TNI oleh Komisi I DPR di hotel Fairmont, yang mengindikasikan kemungkinan kembalinya Dwi Fungsi TNI.
o Dominasi figur militer dalam kabinet Prabowo yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar.
o Dugaan bahwa pemerintahan Prabowo semakin menunjukkan tanda-tanda otoritarianisme dengan mengabaikan demonstrasi dan kritik publik terhadap kebijakan pemerintah.
Dampak terhadap demokrasi dan ekonomi
Prabowo diduga mulai membangun sistem pemerintahan yang lebih tertutup dan mengendalikan berbagai sektor strategis. Tindakan seperti pengumpulan rektor untuk meredam demonstrasi mahasiswa dan percepatan RUU TNI tanpa transparansi semakin memperkuat kesan otoritarianisme. Selain itu, peluncuran Danantara tanpa sosialisasi luas menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi risiko investasi yang sangat besar, terutama karena manajemen proyek ini dilakukan tanpa proses seleksi yang transparan.
Hendarto menegaskan bahwa pelemahan IHSG dapat menjadi indikator awal ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan Prabowo, terutama terkait efisiensi APBN, revisi UU TNI, dan melemahnya sistem demokrasi di Indonesia. Pasar keuangan mencerminkan tingkat kepercayaan global terhadap suatu pemerintahan, dan dalam konteks ini, kebijakan Prabowo tampaknya belum mampu memberikan keyakinan bagi investor dan pelaku ekonomi.
Sebagaimana yang berlaku di negara maju, indeks saham merupakan indikator utama arah perekonomian. Oleh karena itu, gejala jatuhnya IHSG perlu diperhatikan secara serius sebagai sinyal bagi masa depan ekonomi Indonesia. (EJP)
Discussion about this post