Daily News | Jakarta – Koordinator SIAGA 98, Hasanuddin meminta agar pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh harus diaudit ulang guna membuktikan adanya kejanggalan selama proses pembangunan.
Hal itu ia utarakan untuk menjawab berbagai masalah yang saat ini ada dalam tubuh Whoosh, terutama soal membengkaknya utang sebesar Rp81,3 triliun.
“Jika terdapat indikasi perencanaan keuangan yang tidak profesional, penuh intervensi, atau menyebabkan pembengkakan biaya, maka hal tersebut harus diselesaikan secara akuntabel melalui evaluasi menyeluruh dan audit investigatif yang independen,” ujar Hasanuddin, Kamis, 23 Oktober 2025.
Dalam hal ini, ia mendesak Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan mendalam terkait pembiayaan proyek tersebut. Upaya ini untuk menghindari persoalan Whoosh tidak berkembang menjadi wacana politis yang kontraproduktif.
“Sebaiknya KPK atau Kejaksaan melakukan penyelidikan dan evaluasi mendalam terhadap aspek perencanaan dan pembiayaan proyek,” tutur Hasanuddin.
Hasanuddin mengatakan, langkan tersebut sangat penting untuk memastikan transparansi serta menegakkan prinsip akuntabilitas publik.
Penyelidikan secara menyeluruh juga untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proyek nasional berskala besar di kemudian hari.
Sementara itu, pemenuhan kewajiban utang dan pengelolaan finansial proyek dapat ditangani secara profesional oleh pihak pengelola, BP BUMN dan Danantara sebagai institusi yang memiliki kapasitas serta mandat dalam menata kembali struktur keuangan proyek strategis negara.
“Kereta Cepat Whoosh tetap merupakan pencapaian besar yang dapat menjadi tonggak kemajuan teknologi dan transportasi nasional, asalkan ke depan dikelola dengan profesional, transparan, dan berorientasi pada kepentingan publik,” imbuhnya.
Hasanuddin menjelaskan, sikap proporsional dan konstruktif sangat diperlukan agar proyek Whoosh tidak jatuh dalam jeratan politik negara.
Sebab menurutnya, sebanyak apapun permasalahan, Whoosh tetap merupakan salah satu proyek yang merupakan simbol kemajuan negara.
“Sikap yang proporsional dan konstruktif sangat dibutuhkan, agar proyek ini tidak terjebak dalam pusaran politisasi, melainkan menjadi simbol kemajuan dan pembelajaran menuju tata kelola pembangunan nasional yang lebih baik,” pungkasnya. (AM)




























