Daily News | Yogyaakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, memanggil pimpinan 10 perguruan tinggi di Yogyakarta untuk menyikapi eskalasi aksi mahasiswa. Pertemuan berlangsung di Bale Kenyo, Kompleks Kepatihan, Minggu malam (31/8/2025), dan menegaskan pentingnya peran kampus dalam mengawal aspirasi mahasiswa agar tetap santun dan damai.
Turut hadir Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam, Pj. Sekda DIY Aria Nugrahadi, serta sejumlah kepala OPD. Adapun perguruan tinggi yang diundang antara lain UGM, UNY, UIN Sunan Kalijaga, UPN, ISI, UII, UMY, UAJY, USD, dan Amikom.
Aspirasi hak warga
Sultan menegaskan penyampaian aspirasi adalah hak setiap warga negara, namun harus dilakukan tanpa kekerasan. “Aspirasi boleh disampaikan, tapi saya berharap dilakukan dengan baik. Inilah yang mencerminkan demokratisasi Jogja,” ujarnya. Ia meminta pelajar fokus belajar, sementara mahasiswa boleh menyampaikan pendapat dengan dewasa dan bertanggung jawab, tanpa menimbulkan korban atau kerusakan.
Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan simbol demokrasi, katanya, harus menjaga tradisi penyampaian aspirasi secara berbudaya, damai, dan santun.
Dukungan kampus
Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, menekankan aspirasi mahasiswa adalah hak, namun harus menghindari anarkisme. “Kalau ada indikasi anarkisme, kita harus bertanya siapa di balik itu,” ujarnya.
Wakil Rektor UGM, Dr. Arie Sujito, menambahkan kampus harus mendampingi mahasiswa. UGM bahkan membuka crisis center untuk mengantisipasi eskalasi. “Demonstrasi tidak dilarang, tapi kita semua harus menjaga agar jangan sampai berkembang menjadi anarkis,” katanya.
Antisipasi kasi
Aliansi Jogja Memanggil merencanakan aksi besar 1 September 2025 dengan long march dari Malioboro menuju DPRD DIY, Kompleks Kepatihan, dan Titik Nol Kilometer. Kapolda DIY, Irjen Pol Anggoro Sukartono, memastikan aparat siap mengawal unjuk rasa. “Silakan menyampaikan pendapat dengan tertib. Tapi jika ada tindakan anarkis, kami akan bertindak tegas,” tegasnya.
Suara UMJ
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof. Ma’mun Murod Al-Barbasy, turut menyoroti situasi. Menurutnya, aksi massa yang berpotensi ricuh harus disikapi dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Ia mengajak mahasiswa hadir sebagai pembawa pencerahan dengan berpikir kritis, rasional, dan konstruktif.
UMJ menekankan aparat harus profesional dan persuasif, bukan represif. “Tak boleh ada korban lagi, baik luka maupun meninggal,” ujarnya. UMJ juga menilai akar masalah adalah politik, sehingga pemerintah dan DPR RI perlu serius membenahi kebijakan perundang-undangan agar sejalan dengan Pancasila.
“Perpecahan hanya akan melemahkan bangsa. Persatuan dan ukhuwah kebangsaan harus jadi landasan,” tandas Ma’mun. (EJP)