Daily News | Jakarta – Proses pembebasan Tom Lembong dari Lapas Cipinang pada 3 Agustus 2025 berlangsung penuh drama. Sugito Atmo, anggota tim hukum Tom, menyebut hari itu sebagai “hari yang terasa seperti bertahun-tahun.” Ia menduga ada pihak yang sengaja menahan-nahan kedatangan Keputusan Presiden (Keppres) Abolisi dari Presiden Prabowo.
Sejak pagi hari, Sugito sudah berada di lapas untuk menjemput Tom. Namun hingga malam, Keppres tak kunjung datang. “Saya mendengar kabar Keppres sudah ditandatangani sejak pukul 14.00 WIB, tapi sampai malam belum juga sampai ke lapas,” kata Sugito kepada KBA News. Ia menuturkan bahwa kejaksaan baru datang sekitar pukul 20.00 WIB dengan kawalan ketat, bahkan disertai tentara.
Keraguan juga dirasakan Ketua Tim Hukum Tom, Dr. Ari Yusuf Amir. Ia sempat mendapatkan konfirmasi langsung dari Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, bahwa Keppres sudah diteken dan sedang diproses oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk diteruskan ke kejaksaan. Namun, penundaan selama berjam-jam ini menimbulkan banyak pertanyaan. “Kami curiga ada yang berupaya menahan Keppres agar ada yang bisa tampil sebagai pahlawan di detik-detik akhir,” ujar Ari.
Sepanjang hari itu, suasana di depan Lapas Cipinang panas dan tegang. Para jurnalis dan relawan yang menanti sejak pagi mulai kelelahan. Massa emak-emak, tokoh publik seperti Anies Baswedan, Sudirman Said, Refly Harun, dan Saut Situmorang, bahkan sempat kehilangan semangat. Beberapa mencoba mencairkan suasana dengan pantun, nyanyian, hingga orasi.
Anies sendiri sempat keluar lapas untuk salat Jumat namun tak bisa memberikan kabar pasti. Sementara di dalam lapas, diskusi hangat terjadi di antara Tom, Anies, dan para tokoh lainnya. Mereka berspekulasi, apakah ini murni keputusan hukum atau ada tekanan politik?
Menurut Ari, dugaan-dugaan itu sah-sah saja karena prosesnya memang tidak wajar. Apalagi, audit BPKP dalam kasus Tom baru dilakukan setelah ia ditahan, bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan audit kerugian negara adalah syarat penetapan tersangka korupsi.
Akhirnya, sekitar pukul 20.10 WIB, rombongan kejaksaan tiba. Proses administrasi segera dilakukan, dan menjelang pukul 22.00 WIB, Tom Lembong keluar dari lapas. Ia tampak bersyukur dan mengangkat tangannya ke langit sebagai simbol kebebasan. Momen itu disambut haru oleh pendukungnya.
Namun, pertanyaan tetap menggantung: apakah pembebasan Tom sepenuhnya keputusan hukum? Sugito menjawab tegas, “Tidak. Ini barter politik. Kalau hanya Hasto yang dibebaskan, publik akan gaduh. Maka Tom juga harus bebas, agar semua tenang. Dan tentu ada pihak yang ingin tampil sebagai pahlawan.”
Drama pembebasan ini menyisakan catatan penting tentang tarik ulur hukum dan politik. Yang jelas, bagi publik, hari itu menjadi pengingat bahwa keadilan tak selalu datang tepat waktu—tapi selalu layak diperjuangkan. (AM)