Daily News | Jakarta – “Publik nampak kesal dan bertanya atas ulah Prabowo itu. Terlalu lambat membuat tindakan padahal dia adalah Presiden yang berkuasa penuh. Terkesan dia masih berada di bawah bayangan pengaruh Jokowi. Dia pun terkesan segan kepada Listyo Sigit yang membantu memenangkan Pilpres 2024.” #
Memang, indakan yang diambil Presiden Prabowo akhir-akhir ini menimbulkan tanda tanya besar bagi pengamat dan pemerhati politik Indonesia. Apa yang dilakukannya tidak singkron dengan apa yang dijanjikannya. Nampak dia asyik sendiri dengan kekuasaannya dan tidak menggunakan kekuasaan itu untuk kepentingan rakyat, apalagi untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraaan seperti yang diamanatkan oleh Konstitusi.
Pengamat Politik senior dan Profesor riset yang sudah pensiun dari LIPI (yang sekarang sudah bergabung dalam BRIN) Ikrar Nusa Bakti menyatakan hal itu, Kamis, 18 Desember 2025 yang mengamati tingkah laku politik (political behaviour) Presiden Prabowo. Dia menilai, Prabowo sangat lambat, bukan hanya menanggapi kasus banjir di Sumatera tetapi juga kasus ijazah palsu Jokowi maupun kasus tidak tamat SMA seperti yang diduga terjadi pada Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden. .
“Sebagai seorang Presiden yang berkuasa penuh dan memiliki legitimasi sebagai pemenang Pilpres, seharusnya dia tinggal memerintahkan Kapolri agar kasus itu cepat selesai. Polisi harus mengambil tindakan yang benar-benar cermat, tidak berteleh-teleh dan tidak memihak. Nyatanya, kasus ijazah itu berlarut-larut dan memakan korban,” kata Alumni Jurusan Ilmu Politik FISIP UI itu.
Yang juga membuat kaget, kata Ikrar, kemarin (Rabu) malam, Prabowo mengumpulkan seluruh pemimpin daerah baik Gubernur, Walikota dan bupati dari seluruh Tanah Papua ke Istana dengan tujuan untuk menyatakan agar tanah Papua supaya ditanami kelapa sawit agar bisa menghasilkan BBM untuk memakmurkan rakyat Papua.
“Pertanyaannya, tidakkah dia belajar dari apa yang terjadi di Sumatera berupa banjir bandang dan tanah longsor di tiga Provinsi yang sampai saat ini belum tuntas penanggulangan dan rehabiltasi pasca bencana. Bahwa sawit telah menghancurkan hidup rakyat. Lalu mengapa dia ingin memindahkan bencana Sumatera itu ke tanah Papua? Bagian barat sudah hancur oleh sawit lalu kok sekarang hal yang sama akan dilakukan pula di bagian timur,” tanya Ikrar tidak mengerti.
Ditegaskannya, bencana Sumatera terjadi karena keserakahan oligarki yang memperkosa tanah lahan dan hutan, termasuk Prabowo sendiri yang mempunyai konsesi yang luas. “Sekarang dia ingin ulangi lagi ulah seperti itu di Papua. Memang dia tidak mempunyai empati dan simpati kepada rakyat kecil. Nampak betul ambisinya untuk menghancurkan hidup rakyat dan keberadaan tanah adat dan lembaga,” kata peraih gelar doktor ilmu politik dari Griffith University, Brisbane Australia itu.
Sangat berbanding terbalik
Kecepatan gagasan kebon sawit di Papua itu berbanding terbalik dengan kasus ijazah palsu Jokowi dan Gibran. Bertahun-tahun kasus itu tidak selesai. Kasus ijazah palsu itu pertama kali diungkapkan oleh Bambang Tri Mulyono pada 2014 berarti sudah 11 tahun kasus itu bergulir dan memakan korban Bambang Tri dan Gus Nur dan sekarang delapan orang yang menjadi tersangka.
Begitu juga Gibran, tambah Ikrar. Bukti-bukti sudah jelas bahwa dia tidak mempunyai ijazah SMA baik yang dikeluarkan oleh SMA dalam negeri maupun Singapura dan Sidney. Dia cuma punya secarik surat keterangan dari Dirjen Dikdasmes tentang kesetaraan dengan SMA. Kesetaraan itu sendiri dikeluarkan oleh instansi tersebut karena pengaruh bapaknya, Jokowi, yang menjadi Presiden waktu itu. Dia memaksakan Dirjen Dikdasmen mengeluarkan keterangan aneh itu.
Ini sudah menjadi pengetahuan rakyat Indonesia dan dibahas banyak orang dan lembaga. Ada suatu keanehan dalam kasus dua anak beranak itu. Kalau benar ijazah itu asli, kenapa para penasehat hukum Jokowi dan juga polisi melarang Roy Suryo CS untuk memegang ijazah yang dikatakan asli itu, dalam Gelar Perkara Khusus di Polda Metro Jaya beberapa hari lalu.
“Ini tentunya membuat publik bertanya, bagaimana kita bisa mengetahui asli atau palsu jika kita tidak boleh memegang objek yang menjadi masalah. Ini bertentangan dengan anjuran BI kalau melihat uang palsu harus dipegang, diraba dan diterawang. Pelarangan polisi itu menunjukkan kasus ijazah itu semakin tidak jelas dan tidak dikehendaki selesai dengan cepat. Ada kesengajaaan dari polisi yang ingin membuat publik capek dan tidak perduli lagi apakah ijazah Jokowi itu asli atau palsu. Memang aneh kelakuan Polisi,” kata mantan Dubes untuk Republik Tunisia itu.
Mestinya Prabowo sudah bisa bertindak memerintah pengusutan tuntas atas ijazah Jokowi dan Gbran itu tetapi tidak dilakukannya. Dia bisa perintahkan polisi dan kejaksaan. Jangan kemudian hanya diam dan menunggu. Nampak betul dia masih berada di bawah bayang-bayang Jokowi. Nampak jelas kesan dia takut dan merasa berhutang budi kepada Jokowi. Kalau begini kesannya sepertinya nampak dia menunggu kekuasaan itu diambil alih oleh anak Jokowi.
“Publik nampak kesal dan bertanya atas ulah Prabowo itu. Terlalu lambat membuat tindakan padahal dia adalah Presiden yang berkuasa penuh. Terkesan dia masih berada di bawah bayangan pengaruh Jokowi. Dia pun terkesan segan kepada Listyo Sigit yang membantu memenangkan Pilpres 2024,” demikian Ikrar Nusa Bakti. (AM)




























