Daily News | Jakarta – “Mitos Nyi Loro Kidul, sang Penguasa Pantai Selatan itu adalah khas Jawa, bukan Sunda. Di sini nampak betapa lemahnya pengetahuan KDM tentang sejarah tanah Jawa dan tatar Sunda. Hanya karena dia berkuasa saja, bisa melakukan apa pun memaksa rakyat.”
Begitulah, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akrab dipanggil KDM diharapkan tidak mempertentangkan agama Islam dan adat sunda. Apa yang dia lakukan itu tidak sesuai dengan keagungan agama yang suci dan keluhuran adat istiadat. Jika itu terus dilakukannya akan membuat hubungan yang tidak baik antara agama dan adat yang selama ini berjalan serasih dan harmonis.
Ulama kelahiran Ciamis, Jawa Barat yang tinggai di Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat Ajengan Abah KH Nurdin Ahmad menyatakan hal itu kepada KBA News, Senin, 25 Agustus 2025 menanggapi aksi KDM yang terkesan mempertentangan Islam dan Budaya Sunda. “Kita minta dia tidak melakukan hal yang kontradiktif itu yang jika dibiarkan akan berakibat tidak baik di masa depan.”
Ajengan Abah Nurdin menyinggung sebuah video yang menmperlihatkan KDM bertemu dengan para siswa di sebuah sekolah. Dia masuk dan bertanya kepada mereka kenapa tidak mengucapkan salam. Para siswa itu mengucapkan salam secara Islam yaitu Assalamualaikum secara lengkap. Mestinya KDM tahu ucapan salam itu wajib dijawab, tetapi dia diam saja malah berbuat lain.
“Setelah tidak mengucapkan salam, dia mengajarkan para siswa itu salam budaya Sampurasun. Sebagai orang Sunda tentu para siswa tahu dan mengerti sampurasun itu. Warga sunda di Jawa Barat mayoritas adalah beragama Islam. Tindakan KDM yang tidak menjawab salam Islam lalu mengajarkan salam Sampurasun jelas menunjukkan dia ingin mempertentangkan keduanya,” kata ulama yang menuntut ilmu di pondok pesantren di Banten itu.
Selama berabad-abad, katanya, Islam dan budaya Sunda menyatu dalam jiwa dan diri orang-orang Jawa Barat. Tidak ada yang mempertentangkannya. Peralihan agama dari Hindu Wiwitan ke Islam berlangsung secara baik dan damai. Sejak berdirinya Negara Indonesia dan terbentuknya provinsi Jawa Barat, tidak ada seorang gubernur pun yang terkesan mempertentangkan keduanya. “Baru pada masa KDM jadi gubernur ada kesan dia menyepelehkan Islam di tatar Sunda,” kata mantan Ketua DPW Mathla’ul Anwar DKI Jakarta itu.
Tidak mengaku Islam
Dalam penilaian anggota pengurus MUI Jakarta itu, DKM memang sering berbuat yang tidak berpihak ke agama Islam. Dalam sebuah tayangan video dia menolak menyebutkan sebagai orang yang beragama Islam. Dia lebih memilih agama yang dekat dengan alam dan leluhur. Itu adalah hak dia tetapi hendaknya dia tidak melakukan tindakan bermusuhan kepada Islam, yang merupakan agama mayoritas di Jawa Barat.
Dalam penilaian Abah Nurdin, KDM juga sudah melakukan perbuatan musyrik yang tidak sdsuai dengan akidah Islam yang merupakan agama mayoritas rakyat Jawa Barat. Dalam sebuah tayangan video, KDM meresmikan sebuah kereta kencana yang dipersembahkannya untuk Nyi Loro Kidul. Islam tidak kenal dengan sosok itu. Apa yang dilakukan itu adalah praktek syirik yang dilarang dilakukan oleh orang-orang yang beragama Islam.
“Dalam tayangan videonya yang meresmikan kereta kencana untuk Nyi Loro Kidul itu ada sosok nyata demit itu berupa seorang gadis muda. Ini jelas menyalahi akidah agama. Islam mengakui adanya makhluk halus berupa jin atau setan, tetapi memvisualisasi sosok itu dalam alam nyata jelas merupakan dosa besar yang tidak boleh dilakukan,” kata ulama ahli tauhid dan tarekat itu.
Menurut sejarah, mitos tentang Nyi Loro Kidul itu bukan ajaran asli Suku Sunda tetapi mitologi Jawa, terutama Jawa Tengah, tepatnya di Kraton Mataram, Surakarta dan Yogyakarta. Mitos itu muncul setelah kerajaan Mataram kalah berperang melawan Belanda di mana wilayahnya menyusut dan kehilangan Pantai Utara. Mereka tersingkir ke Selatan. Makanya, muncul mitos bahwa raja-raja Mataram merupakan suami sosok mahluk halus yang bernama Nyi Loro Kidul.
“Jadi mitologi Nyi Loro Kidul, sang Penguasa Pantai Selatan itu adalah khas Jawa, bukan Sunda. Di sisi nampak betapa lemahnya pengetahuan KDM tentang sejarah tanah Jawa dan tatar Sunda. Hanya karena dia berkuasa saja, bisa melakukan apa saja memaksa rakyat,” demikian Abah Ajengan KH Nurdin Ahmad. (DJM).
