Daily News | Jakarta – Pemilu di Indonesia tidak lagi dipandang sebagai pesta demokrasi, melainkan telah bergeser menjadi ajang pertarungan logistik demi meraih kekuasaan
Begitulah, pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana, menegaskan bahwa pemilihan umum (Pemilu) yang berlangsung secara kotor tidak akan pernah melahirkan pemimpin yang bersih dan jujur.
Pernyataan itu ia sampaikan melalui akun X pribadinya, @dennyindrayana, sebagai respons atas kerusuhan demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus lalu.
“Dari pemilu yang kotor tidak akan hadir pemimpin yang bersih. Dari pemilu yang kotor hanya akan hadir para calon koruptor,” ujarnya, dikutip KBA News, Sabtu, 5 September 2025.
Denny menilai kerusuhan tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia kini berada dalam situasi yang sangat suram. Ia menyebut pemerintah telah mengabaikan suara rakyat pasca-Pemilu, yang kemudian memicu gelombang kemarahan masyarakat.
Menurutnya, Pemilu di Indonesia tidak lagi dipandang sebagai pesta demokrasi, melainkan telah bergeser menjadi ajang pertarungan logistik demi meraih kekuasaan.
“Rakyat hanya dimanfaatkan suaranya ketika berebut kuasa. Pemilu bukan lagi pesta rakyat (demokrasi), pemilu adalah pesta kuasa cuan (DUITokrasi). Dimana strategi menang ditentukan dengan kekuatan uang dan cara curang,” cuit Denny.
Ia menambahkan, hasil Pemilu yang jauh dari prinsip jujur dan adil akan melahirkan pemimpin yang tidak berpihak pada rakyat.
Alih-alih bekerja untuk kepentingan publik, para pemimpin justru berupaya mencari keuntungan demi menutup kerugian biaya kampanye.
“Setelah pemilu, rakyat dibiarkan lagi dalam kemiskinan, kesakitan, pengangguran, serta beras yang harganya terus naik. Pada sisi lain, pajak rakyat dinaikkan ratusan hingga ribuan persen,” pungkasnya. (AM)