Daily News | Jakarta – Jabatan anggota dewan maupun pejabat publik merupakan posisi strategis yang sangat sensitif, sehingga harus dijalankan oleh orang-orang berkompeten dan memiliki kapasitas intelektual yang memadai.
Maka, gugatan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal pendidikan calon presiden, calon anggota legislatif, hingga calon kepala daerah agar harus bergelar Sarjana (S1) mencuri perhatian publik.
Permohonan tersebut pertama kali diajukan oleh seorang advokat bernama Hanter Oriko Siregar.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menyebut usulan tersebut cukup relevan. Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari keraguan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, terutama di lembaga legislatif.
Adi menilai jabatan sebagai anggota dewan maupun pejabat publik lain merupakan posisi strategis yang sangat sensitif, sehingga harus dijalankan oleh orang-orang berkompeten dan memiliki kapasitas intelektual yang memadai.
“Bagi saya cukup relevan karena memang suka tidak suka harus kita akui bahwa tingkat pendidikan seseorang itu berkorelasi positif dengan tingkat intelektualitas, tingkat pengetahuan, termasuk juga tingkat kognitif yang dimiliki seseorang jika ia ingin menjadi seorang pejabat publik,” ujar Adi, dikutip KBA News dari kanal YouTube pribadinya, Adi Prayitno Official, Sabtu, 6 September 2025.
Ia menegaskan, kapasitas intelektual lulusan Sarjana jelas lebih unggul dibandingkan lulusan SMA. Apalagi dalam mengelola negara, dibutuhkan sosok yang benar-benar mumpuni.
Adi menyebut, secara common sense, wajar jika ada dorongan agar batas minimal pendidikan untuk Capres, Caleg, hingga kepala daerah ditetapkan pada jenjang S1.
“Memang harus S1 karena ada kecenderungan, ada temuan, dan ada juga keyakinan yang bisa diukur bahwa lulusan S1 tentu secara kapasitas intelektual dibandingkan yang hanya lulusan SMA itu tentu lebih unggul yang lulusan sarjana,” terangnya.
Selain faktor intelektualitas, Adi menilai syarat minimal pendidikan S1 juga dapat meningkatkan wibawa dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi figur pejabat negara.
Dengan adanya ketentuan tersebut, kapasitas dan kecakapan pejabat publik akan lebih teruji. Ia menekankan, hanya segelintir lulusan SMA yang benar-benar memiliki kemampuan mumpuni untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan.
“Ini yang saya kira secara substansial, secara prinsip menjadi penting untuk kita kawal bersama,” ucapnya.
“Karena kalau kita mau jujur sebenarnya bidang-bidang pekerjaan yang lain seperti guru, seperti dosen ataupun mau kerja-kerja sebagai buru-buru pabrik kan yang ditanya itu ijazah S1 bukan ijazah di bawahnya,” pungkas Adi. (AM)