Daily News | Jakarta – Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan rilis OCCRP tentang mantan presiden Jokowi yang dimasukkan sebagai salah satu dari 5 pemimpin negara di dunia yang korup merupakan tantangan bagi tiga pihak. Kenyataan ini jelas bukan hal yang main-main bagi kredibilitas Indonesia di mata dunia.
“Pihak pertama, tentunya bagi Pak Jokowi sendiri. Tantangannya bukanlah meminta orang lain untuk membuktikan sangkaan dari rilis OCCRP tersebut, tapi bagaimana justru pak Jokowi sendiri yang memiliki inisiatif untuk membuktikan bahwa beliau tidak seperti yang disebutkan di dalam rilis tersebut,” kata Ray Rangkuti, kepada KBA News, Kamis petang, 2 Januari 2025.
Mengapa seperti itu? Ray selanjutnya mengatakan hukum siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan kurang tepat berlaku dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Maka dalam hal ini, pejabat negaralah yang harus membuktikan bahwa dugaan publik terkait dengan kekayaan pribadi dan keluarganya didapatkan dengan cara tidak sah adalah tidak benar.
“Hal ini yang disebut dengan pembuktian terbalik. Hal yang senapas dengan RUU Parampasan Aset yang secara getol diperjuangkan oleh partai yang diketuai oleh anak Pak Jokowi, Kaesang, untuk segera disahkan,” ujarnya.
Justru pihak Jokowi itulah yang kini perlu membuktikan sendiri bila dia bersih dari kasus korupsi, karena Indonesia tidak memiliki kultur mendakwa mantan pejabat, lebih khusus mantan presiden, ke pengadilan karena dugaan tindak pidana yang ia lakukan semasa menjabat.
“Jadi, menyatakan agar dibuktikan saja, justru bisa jadi upaya keluar dari dugaan yang dimaksud karena pengetahuan bahwa rakyat Indonesia tidak memiliki tradisi dan kultur mengadili mantan presiden. Maka jika Pak Jokowi sendiri yang berinisiatif membuktikan bahwa harta kekayaan diri dan keluarganya didapatkan secara sah, bukan saja akan membersihkan nama beliau, tapi juga sangat menguntungkan bagi Indonesia untuk memberi teladan di mana mantan pejabat dengan terbuka menjelaskan asal usul harta dirinya dan keluarganya.” Tegas Ray Rangkuti kembali.
Kedua, kasus nominasi OCCRP kepada Jokowi ini juga merupakan ?uji nyali bagi KPK. Sebagai institusi yang dibentuk untuk menegakkan hukum bagi para koruptor, maka informasi dari OCCRP itu sangat patut diperhatikan oleh KPK. “Tentu saja, bukan sekedar diperhatikan, tapi juga dianalisa sejauh apa data-data yang terkait dengan dugaan adanya tindak pidana korupsi.”
“KPK tak perlu berdalih misalnya bahwa laporan itu tidak dapat dipegang, kurang lengkap dan sebagainya. Karena, sekecil apa pun informasi yang disampaikan oleh lembaga publik, sudah semestinya jadi dasar bagi KPK untuk memeriksa objeknya. Hal ini sekaligus sebagai uji nyali KPK,” ungkap Ray.
Dengan adanya kasus Jokowi ini, maka semua pihak akan menilai apakah KPK benar-benar objektif, independen dan tentu saja tidak pandang bulu. Jangan sampai sinisme publik bahwa KPK hanya bekerja untuk mengorek-orek dugaan korupsi, suap dan lainnya dari lawan politik yang berkuasa. Tapi melempem kepada yang sedang berkuasa sendiri.
“Jangan sampai KPK terlihat gagah di depan Hasto Kristianto, tapi melempem menghadapi kasus-kasus besar, dengan kerugian negara yang sangat besar dan pelaku yang memiliki pengaruh besar. Kita akan lihat seberapa besar nyali KPK di hari-hari depan,” tegas Ray kembali.
Ketiga, kasus nominasi OCCRP kepada Jokowi itu dapat pula merupakan uji nyali bagi Presiden Prabowo. Tentu sesuai dengan bunyi pidatonya yang menggelegar bahwa akan mengejar koruptor sampai ke Antartika.
”Alhasil rilis OCCRP ini merupakan batu uji sejauh apa pak Prabowo mengimplementasikan janji mengejar para koruptor sampai ke Antartika tersebut. Seperti disebutkan di atas agar tidak mengelak dari tuntutan melakukan analisa atas rilis OCCRP itu dengan dalih yang seperti menyepelekan laporan itu. Jangan sampai semangat mengejar ke Antartika ternyata hanya cukup antar kita,” tandas Ray Rangkuti. (AM)
Discussion about this post