Daily News | Jakarta – Saya adalah Charles Chandra, saya bukan pengusaha besar, saya bukan orangtua. Saya hanya seorang anak dari Sumita Chandra seorang ayah beritikad baik membeli tanah, membayar pajak bumi dan membayar bangunan sejak tahun 1988 dan mewariskannya kepada saya dan menjalankan untuk meneruskan amanah harta ahli waris sah.
Beigtulah, terdakwa kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah Charlie Chandra hari ini menjalani sidang pembacaan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Tangerang kelas 1 A, Banten, Jumat, 8 Agustus 2025.
Charlie Chandra merupakan warga yang dituduh melakukan pemalsuan dokumen terkait sengketa lahan di proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 oleh pengembang PIK 2.
Namun tanahnya diduga dirampas oleh bisnis properti. Pasalnya tanah itu merupakan milik orangtuanya, Sumita Chandra.
Dia juga menuturkan selain tanahnya dirampas, lanjut Charles, dituduh juga sebagai penjahat yang melarikan diri ke Australia.
“Sungguh jahat sekali tuduhan itu, mereka oligarki rakus itu telah merampas tanah sekaligus seluruh kehormatan keluarga saya,” kata Charles dalam isi pledoinya dihadiri KBA News.
Meski telah difitnah, Charles pun mendoakan mereka yang sudah merampas yang bukan haknya sadar. Dia juga tak akan membalas dendam apalagi dengan kejahatan. Dia menyerahkan semua keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang supaya adil seadil-adilnya.
“Maka kami mencatat nama mereka bukan untuk membalas dendam, tetapi untuk didoakan agar mereka sadar dan bertobat. Agar hati mereka disentuh oleh kebenaran dan keadilan. Agar mereka tidak lagi menumpuk kekayaan di atas penderitaan orang lain. Kami tidak membalas kejahatan dengan kejaahatan, kami hanya menuntut kebenaran diri ditegakkan dan menyerahkan segala keputusan kepada kehakiman yang adil,” jelasnya.
Menurutnya perjuangan ini bukan hanya untuk dirinya saja, tapi masyarakat Banten tanahnya juga telah dirampas paksa oleh oligarki PIK 2.
“Wahai rakyat Banten, wahai rakyat Indonesia jika kalian menganggap perjuangan ini hanya untuk keluarga saya, maka kalian telah keliru. Sama kelirunya ketika sebagian dari kalian justru mendukung project PIK 2 yang telah menzalimi banyak orang, membuat berita fitnah, bukan hanya zalim pada keluarga saya tapi juga zalim kepada saudara-saudara saya di Banten,” bebernya.
Charles juga membeberkan kezaliman lainnya dilakukan oleh oligarki seperti melakukan penundukan hukum kawasan PIK 2 yang seluas 1755 hektar terletak di kawasan Kosambi, Banten.
“Namun pada faktanya proyek PIK 2, PSN PIK 2 diterapkan di semua seluruh wilayah pembebasan lahan yang tidak termasuk kedalam kawasan PSN di 10 kecamatan, sembilan di kecamatan kabupaten tangerang, satu kecamatan di Serang yakni Kecamatan Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauko, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, Mekarbaru dan kecamatan Tanara. Kawasan Serang menjadi kawasan PIK 2 yang telah mendapat fasilitas PSN,” bebernya.
“Ini yang membuat rakyat Banten yang tidak berani melawan PIK 2 dan akhirnya terpaksa menjual tanah mereka dengan harga murah,” sambungnya.
PIK 2 ini selain merebut tanah rakyat Banten pun merusak jalan maupun polusi. Sadisnya, kata Charles, truk yang mengangkut material tanah PIK 2 banyak membuat korban jiwa terlindas kendaraan truk tersebut.
“Sejumlah kabar kematian telah sering kita dengar, korbannya anak berumur 13 tahun terlindas truk mengangkut tanah PIK 2,” ujar.
“Mereka telah dimiskinkan, dirampas haknya dan terusir dari tanah leluhur mereka demi kepentingan proyek raksasa PIK 2,” sambungnya.
Kekecewaan Charles Chandra
Dia menyatakan sulit dipercayai masih ada hukum dan keadilan negeri ini meski proyek PIK 2 sudah dihentikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Tapi, lanjut Charles, para oknum aparat penegak hukum tidak lagi berkhidmat kepada hukum demi melayani rakyat, tetapi sibuk melayani kepentingan oligarki.
“Setelah rakyat Tangerang, Banten ini mengetahui secara telanjang, nyaris tidak ada satu orang pun yang berani melawan, tidak aparat penegak hukum, tidak pula para penjabatnya,” ujar Charles.
“Saya merasa sangat prihatin, dan sangat malu melihat ada sosok dari komunitas kami sendiri yang bersikap zalim terhadap rakyat kecil,” ungkapnya.
Ketika kekuasaan dan kekayaan, lanjut Charles, bukan digunakan menyingkirkan yang lemah. Kemudian menurut Charles, tokoh yang selalu disebut sembilan naga itu seharusnya menjadi pelindung bagi mereka yang lemah bukan sebaliknya menindas orang lemah. Maka rusaklah martabat sosial, hukum dan solidaritas etnis itu sendiri. Akibat perbuatan zalim mereka inilah mendeskripsikan dan memberikan stigma buruk kepada etnis Tionghoa.
Dia yakin, majelis hakim dapat menunaikan amanahnya, memberikan hak kepada pemiliknya dan keadilan buat dirinya.
“Saya memiliki keyakinan majelis hakim termasuk dari sebagian kecil penegak hukum memberikan keadilan pada diri saya dan keluarga saya yang terdampak atas kezaliman yang dilakukan oleh proyek PIK 2,” paparnya.
“Saya adalah Charles Chandra, saya bukan pengusaha besar, saya bukan orangtua. Saya hanya seorang anak dari Sumita Chandra seorang ayah beretikat baik membeli tanah, membayar pajak bumi dan membayar bangunan sejak tahun 1988 dan mewariskannya kepada saya dan menjalankan untuk meneruskan amanah harta ahli waris sah,” tambahnya.
Dari pantauan KBA News di lokasi, sidang pembacaan pledoi Charles Chandra dihadiri langsung oleh pakar hukum tata negara Refly Harun, mantan Sekretaris BUMN Said Didu, dokter Tifa, keluarga Charles Chandra dan pendukungnya.(AM)