Daily News | Jakarta – “Terima kasih Presiden Prabowo paling tidak Rakyat lega bahwa bukan saja koruptornya dipenjara, tapi juga wajib dimiskinkan. Harapan kita semoga Kasus mega Korupsi yang lain di sektor Tambang dan KKN keluarga Jokowi juga dituntaskan.”
Begitulah, tindakan Jaksa Agung ST Burhanuddin menyerahkan uang sitaan hasil korupsi minyak sawit (CPO) kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa selaku Bendahara Negara sebesar lebih dari Rp 13 Triliun yang disaksikan oleh Presiden Prabowo Subianto, patut didukung dan diapresiasi. Semoga menjadi langkah awal dari komitmen Pemerintah dalam pemberantasan korupsi Indonesia yang dinilai banyak pihak sudah parah dan akut.
Pegiat sosial yang juga Eksponen Angkatan Reformasi 98 Andrianto Andri menyatakan hal itu kepada KBA News, Selasa, 21 Oktober 2025, menyikapi penyerahan uang sitaan yang dilakukan di Kejaksaan Agung, pada Senin, kemarin. “Ini pertama kali dilakukan di era Prabowo. Pada masa 10 tahun Jokowi tidak ada kejadian itu dilakukan. Apalagi Presiden hadir langsung memberikan dukungan atas tindakan Jaksa Agung dsn jajarannya itu,” kata Andri.
Ditambahkannya, pada masa Jokowi tidak ada kejadian itu. Yang menjadi berpincangan orang terjadi Mega-Korupsi besar-besaran dengan skala Trilunan. Korupsi Bansos mencapai Rp 600 Triliun, laporan PPATK bahwa dalam setahun saja yaitu 2024, uang korupsi yang beredar mencapai lebih dari Rp 900 Triliun. Puncaknya adalah laporan yang dibuat OCCRP bahwa Jokowi diduga terlibat korupsi lebih dari Rp 1.000 Triliun. OCCRP mencatat Jokowi sebagai pemimpin terkorup nomor 3 (tiga) di dunia di bawah mantan Presiden Syria Bashir Al-Asad dan mantan PM Bangladesh Syaikh Hasinah Rahman.
Kini, tambah mantan Sekjen Pro Demokrasi (Prodem) itu, di era Presiden Prabowo Subianto di Gedung Kejaksaan Agung dilakukan hal tersebut dalam seremoni yang disebut simbolik dan penuh makna. P residen Prabowo sendiri menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 13,255 triliun dari kasus ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Ditamabahkannya, kasus yang disebut merugikan negara sekitar Rp 17 triliun itu menjadi salah satu operasi pemulihan aset terbesar sepanjang sejarah Kejaksaan. Jumlah uaang itu sangat besar. Presiden Prabowo memuji apa yang dilakukan oleh Jaksa Agung dan Jajarannya. “Kalau uang sebanyak itu kita gunakan untuk bangun kampung nelayan, bisa 600 kampung berdiri,” ujar Prabowo dalam pidatonya.
Ditambahkan juga oleh Presiden kedelapan itu, dengan uang sebanyak itu kita bisa melakukan renovasi atas 8.000 sekolah d berbagai jenjang pendidikan. Dengan dana sebesar itu pula kita bisa membuat lima juta rakyat bisa hidup layak. Itulah sebabnya, kata Prabowo, kita mencela dan mengutuki para pelaku korupsi yang karena keserakahan mereka membuat sebagian besar rakyat hidup menderita dalam kemiskinan dan kebodohan. Karena itu, dia menyambut gembira atas prakarsa jajaran Kejaksaaan Agung itu.
Peringatan yang menohok
Tapi di sela-sela pidato yang berapi-api itu, Presiden Prabowo juga melontarkan peringatan menohok yang membuat beberapa Jaksa menunduk. “Kejaksaan juga harus koreksi diri. Jangan cari-cari perkara untuk orang kecil. Jangan tumpul ke atas, tajam ke bawah. Tindakan seperti itu adalah zalim. Itu merupakan angkara murka.”
Lebih lanjut dinyatakan, bertepatan dengan genap setahun pemerintahan Prabowo-Gibran, menandai semacam refleksi nasional: sejauh mana perang terhadap korupsi benar-benar dijalankan. Kegiatan seperti ini hendaknya memang dengan niat sebagai bagian dari pemberantasan korupsi dan bukan sekadar bangga-bangaan dipertontonkan?
Jaksa Agung dalam laporannya menyatakan, dari jumlah sitaan berati masih ada Rp 4,4 triliun yang belum dikembalikan. Berarti baru sekitar 75 persen yang diserahkan. Sisanya masih di luar jangkauan dan masih dalam kejaran pihak kejaksaan. Ditambahkan, sisanya bentuknya aset, saham dan surat berharga lainnya.
Yang terlihat aneh, kata Andri, tidak nampak sosok Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam acara itu, padahal Polri juga punya desk tentang pemberantasan korupsi. Paling tidak Polri sebagai penegak hukum selaras dengan Kejaksaan. Ketidakhadiran Kapolri itu menambah kencang spekulasi dan bisik-bisik bahwa dia sudah tidak disukai oleh Presiden. Ada Perang Dingin antara Istana dengan Mabes Polri yang nampaknya tidak ada masalah tetapi terasa bagai ada ganjalan komunikasi.
“Terima kasih Presiden Prabowo paling tidak Rakyat lega bahwa bukan saja koruptornya dipenjara, tapi juga wajib dimiskinkan. Harapan kita semoga Kasus mega Korupsi yang lain di sektor Tambang dan KKN keluarga Jokowi juga dituntaskan,” demikian Andrianto Andri. (AM)




























