Daily News | Jakarta – Penjara Sednaya di Suriah diduga menjadi saksi kekejaman rezim mantan Presiden Bashar Al Assad. Penjara itu menjadi sorotan usai milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) melepas ribuan tahanan dari sel tersebut, setelah milisi berhasil menggulingkan rezim Assad.
Tahanan di sel tersebut merupakan orang-orang yang menentang pemerintahan Assad sejak 2011.
Pro-kontra sel bawah tanah
Di penjara itu disebut terdapat pintu rahasia dan sel bawah tanah tersembunyi yang terletak di lantai bawah tanah.
Untuk memastikan laporan itu, kelompok pertahanan sipil Suriah, White Helmets, mengerahkan lima tim darurat khusus ke penjara.
“Untuk melakukan penyelidikan,” demikian menurut mereka pada Senin (9/12) dikutip AFP.
Tim dipandu orang yang familiar dengan rincian rumit penjara dan informasi yang diperoleh dari kerabat yang dipenjara. Spesialis penjebol tembok dan unit anjing terlatih juga dikerahkan.
Di tengah upaya pencarian itu, Asosiasi Tahanan & Orang Hilang di Penjara Sednaya (ADMSP) membantah sel bawah tanah di sana.
“Tidak ada kebenaran mengenai keberadaan tahanan yang terjebak di bawah tanah, dan informasi yang dimuat dalam beberapa laporan pers tidak akurat,” kata pernyataan itu.
Pada 2017, Amnesty International menggunakan pemodelan 3D untuk merekonstruksi tata letak penjara berdasarkan kisah 84 penyintas. .
Model yang dihasilkan mengungkap suatu struktur yang dirancang untuk mengisolasi dan meneror narapidana, dengan penyiksaan sistematis.
Anggota advokasi senjata dan konflik di Amnesty International Prancis, Aymeric Elluin mengatakan tak ada interogasi di Sednaya.
“Penyiksaan tak digunakan untuk memperoleh informasi, tetapi tampaknya sebagai cara untuk merendahkan, menghukum, dan mempermalukan,” kata Elluin.
Para tahanan menjadi sasaran tanpa henti, pengakuan bahkan tak bisa menyelamatkan mereka.
Tampung hingga 20 ribu tahanan
Menurut Amnesty International, Sednaya terdiri dari dua bangunan utama. Penjara ini mampu menampung antara 10.000 hingga 20.000 tahanan yang dipisahkan berdasarkan status.
Bangunan “putih” menampung personel militer yang ditahan karena kejahatan atau pelanggaran ringan seperti pembunuhan, pencurian, korupsi, atau penghindaran wajib militer.
Lalu, gedung “merah” untuk warga sipil dan personel militer yang dipenjara karena pendapat, aktivitas politik mereka, atau tuduhan terorisme yang dibuat-buat.
Jadi tempat eksekusi mati napi
Pemerintahan Assad rutin mengeksekusi tahanan biasanya pada Senin dan Rabu.
Amnesty International menyatakan pihak berwenang melakukan hukuman gantung massal di ruang bawah tanah gedung merah usai persidangan alu.
“Para korban dipukuli, digantung, dan dibuang secara rahasia,” lanjut mereka.
Selain eksekusi dan penyiksaan, penghilangan paksa juga menandai sejarah kelam penjara tersebut.
Sejak 2011, PBB memperkirakan lebih dari 100.000 warga Suriah hilang di seluruh negeri tanpa diketahui nasibnya.
Banyak dari mereka diyakini telah ditahan di Sednaya pada waktu tertentu. (HMP)