Daily News | Jakarta – Presiden Prabowo Subianto dianggap tengah membangun kekuatan politik yang besar dan abadi. Hal ini terlihat dari cara Prabowo yang berencana mempermanenkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Direktur PARA Syndicate Virdika Rizky mengatakan, wacana tersebut tidak hanya untuk menjaga stabilitas negara seperti yang diinginkan Prabowo, melainkan adanya keinginan tersendiri dari Prabowo yang hendak membuat kekuatan politik terbesar di Indonesia.
“Wacana Presiden Prabowo untuk mempermanenkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri dari 15 partai adalah langkah politik yang tidak bisa dipandang sebagai sekadar upaya “menjaga stabilitas”,” kata Virdika kepada KBA News, Minggu, 16 Februari 2025.
Prabowo berupaya untuk menggambungkan seluruh kekuatan parpol menjadi satu kesatuan yang sangat besar. Mempermanenkan koalisi ini untuk menjadikan kelompok oposisi tidak punya kesempatan melawan.
Hasilnya, kekuatan oposisi yang jauh lebih kecil bisa tenggelam jika berhadapan dengan gendutnya KIM Plus yang sudah permanen. Menurutnya, ini adalah bentuk ambisi Prabowo yang ingin mempertebal basis kekuatan politiknya agar tidak mudah goyah.
“Ini adalah manuver untuk mengkonsolidasi kekuasaan absolut, di mana hampir seluruh spektrum partai politik dikepung dalam satu payung koalisi,” ucap Virdika.
“Dengan menggabungkan partai besar (Golkar, Gerindra, PAN) hingga partai kecil berbasis agama atau identitas (PKS, Partai Ummat), Prabowo sedang membangun hegemoni politik tanpa celah,” lanjutnya.
“Secara teknis, koalisi sebesar ini adalah anomali. Virdika menjelaskan, di demokrasi mana pun, koalisi besar biasanya rapuh karena konflik kepentingan internal.
Namun ia melihat, Prabowo sengaja memanfaatkan dua hal yaitu ketergantungan partai pada anggaran negara dan ketakutan partai kecil kehilangan relevansi.
Dengan menjadikan KIM Plus sebagai rumah bersama, Prabowo menciptakan sistem di mana loyalitas pada koalisi bukan pada konstituen menjadi harga mati.
“Partai yang menolak akan dianggap “pengkhianat” dan dikucilkan dari akses kekuasaan,” tandasnya.
Lemahkan Demokrasi
Rencana Presiden Prabowo Subianto membentuk koalisi permanen dinilai merugikan demokrasi Indonesia. Wacana ini dianggap bisa melemahkan konsolidasi demokrasi di Tanah Air.
Dosen Politik FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) Airlangga Pribadi menyebut langkah tersebut tidak cocok dengan kondisi politik di Indonesia.
Menurutnya, demokrasi di Indonesia masih sangat lamah. Dengan adanya wacana koalisi permanen, justru akan semakin melemahkan demokrasi.
“Saya lebih melihat bahwa koalisi permanen yang dibangun tersebut dalam banyak hal justru akan melemahkan, semakin melemahkan kondisi demokrasi kita yang memang sedang terpuruk,” kata Airlangga saat dihubungi KBA News, Senin, 17 Februari 2025.
Ia melihat banyak sisi negatif dari terwujudnya wacana koalisi permanen. Rencana ini bisa menciptakan kartel politik di antara partai-partai oligarki.
Sehingga, kontestasi politik di Indonesia hanya akan dimenangkan oleh kelompok partai-partai besar seperti Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Jelas kondisi ini merugikan partai politik (parpol) lain yang jauh lebih kecil.
“Karena dalam kondisi ketika suatu kekuatan besar itu menyatu, maka yang terjadi adalah proses kartel politik yang berlangsung antara faksi-faksi oligarki,” ujar Airlangga
“Ini akan melemahkan terjadinya kontestasi politik yang akan mendorong pada suasana demokrasi di Indonesia,” paparnya.
Tak sampai di situ, ia juga melihat Prabowo sangat terlalu dini merencanakan koalisi permanen. Politik di Indonesia sangat dinamis, dan bisa berubah dalam waktu dekat sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Oleh karena itu, ia menilai koalisi permanen sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia.
“Karena kalau kita lihat situasi politik masih sangat mungkin berubah dengan cepat, biasanya dalam konteks aliansi politik berbasis kepentingan, maka kemudian masing-masing pihak lebih mengedepankan kepentingan sendiri daripada harus membangun koalisi yang permanen,” jelasnya.
Reinkarnasi Orde Baru?
Upaya Presiden Prabowo Subianto dalam menjadikan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus permanen menuai banyak respons dari publik. Wacana ini dinilai sebagai reinkarnasi politik Orde Baru (Orba).
KIM Plus sendiri terdiri dari beberapa partai politik besar hingga kecil yang mendukung kebijakan Prabowo.
Dengan permanennya KIM Plus, artinya setiap partai tidak bisa memanfaatkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah menghapus ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Virdikat Rizky Utama mengatakan, Prabowo merupakan wajah baru dari Orde Baru yang sudah lama musnah. Wacana tersebut dinilai menghilangkan hak-hak partai yang berkesempatan mencalonkan kadernya di Pilpres mendatang.
“Wacana ini adalah reinkarnasi politik Orde Baru dengan wajah baru,” ujar Virdika kepada KBA News, Senin, 17 Februari 2025.
Ia menilai, KIM Plus menjadi tunggangan Prabowo untuk menciptakan Orba versi baru. Hal ini sama persis dengan Presiden ke-2 Soeharto yang menjadikan Golkar sebagai kendaraannya.
Wacana pembentukan koalisi permanen juga dinilai menjadi langkah awal Prabowo dalam mengontrol situasi politik Indonesia.
“Dulu, Golkar menjadi tunggangan kekuasaan Soeharto; kini, KIM Plus adalah kendaraan Prabowo untuk mengontrol seluruh lanskap politik,” jelasnya.
Lanjut Virdika, Prabowo menggunakan cara yang berbeda dari Soeharto dalam membangun kekuatan politiknya. Menurutnya, transaksi politik menjadi cara baru Prabowo dalam menciptakan kekuatan besar.
Sebab itu, Virdika menerangkan langkah Prabowo membuat koalisi permanen adalah salah satu agenda penting dalam membangun Orde Baru.
“Jika Orde Baru menggunakan represi, Prabowo menggunakan demokrasi transaksional, bagi-bagi kursi menteri, proyek anggaran, dan janji jabatan sebagai imbalan loyalitas,” tegasnya. (HMP)