Daily News | Jakarta – “Kasus Gibran yang tidak tamat SMA dan Akun Fufufafa yang kasar dan tidak beretika itu membuat Presiden Parabowo menjadi tidak nyaman. Presiden rasanya lebih memilih desakan masyarakat ketimbang mempertahankan Gibran sebagai Wapres.”
Begitulah, narasi dangkal, kurang mendidik dan terkesan dungu dikeluarkan oleh pendukung Jokowitulah, n yang biasa disebut dengan Ternak Mulyono (Termul). Mereka menyatakan kehebohan yang terjadi sekarang ini karena pihak-pihak yang kalah dalam Pilpres 2024 ingin memisahkan kesatuan dan kekompakan Prabowo-Jokowi-Gibran. Mereka menuduh bahwa pihak-pihak itu belum move on atas kemenangan Prabowo-Gibran.
“Itu tuduhan dan tudingan gila dan tanpa dasar. Kehebohan yang terjadi saat ini adalah masa lalu Jokowi yang menggunakan ijazah palsu. Ulah bapaknya itu nampaknya diulangi lagi oleh anaknya yang juga diragukan memiliki ijazah SMA, sebagai syarat menjadi Calon Wapres,” kata pegiat sosial yang juga Eksponen Angkatan Reformasi 98 Guntur Siregar kepada KBA News, Rabu, 8 Oktober 2025.
Dia menyatakan hal itu menanggapi pernyataan para Termul bahwa kegaduhan politik yang terus terjadi pasca Pilpres 2024 karena pihak-pihak yang kalah tidak legowo dan tidak memberikan kesempatan kepada Prabowo-Gibran untuk bekerja. Mereka menuduh bahwa memang ada kesengajaan untuk menciptakan keonaran sehingga kondisi negara selalu rusuh, berisik dan tidak fokus dalam membangun.
“Argumentasi atau pembelaan para Termul atau pendukung Jokowi berputar hanya itu-itu saja, soal kalah pilpres lah. Mereka tidak punya argumentasi berbasis ilmiah saintifik. Tidak ada urusannya dengan Pilpres. Ini sesungguhnya, menyangkut ulah Jokowi menggunakan ijazah palsu ketika mendaftar di kontestasi pemilihan, baik di Pilwakot Solo (2005 dan 2010), Pligub DKI Jakarta (2012) maupun di Pilpres (2014 dan 2019),” kata mantan Sekjen Pro Jokowi (Projo) yang dalam Pilpres 2014 mendukung Jokowi itu.
Dikatakannya, berlarut-larutnya isu ijazah jokowi ini karena dia membiarkan dan menikmati kegaduhan di tengah masyarakat itu. Bisa jadi dia memang tidak mempunyai ijazah asli ketika mendaftar di kontestasi itu. Akibatnya, dia panik dan marah. Lalu melaporkan para peneliti ijazahnya itu ke polisi dengan tuduhan pencemaran baik.
“Dia menyatakan, para peneliti dan orang-orang yang mempersoalkan ijazahnya itu sebagai menodai kehormatannya. Lah, tentu tilmbul pertanyaan, menodai kehormatan siapa? Dia sendiri yang tidak menghormati diri sendiri dengan menggunakan ijazah palsu dalam mendaftar di KPUD dan KPU Pusat,” kata Guntur.
Secara adil berimbang
Para Termul, tambahnya, itu tidak melihat masalahnya secara adil dan berimbang. Yang mereka tahu adalah membela Jokowi walaupun jelas-jelas junjungannya itu tidak benar, berbohong dan menipu. Mereka akan bicara apa saja yang penting bisa membela jokowi di media sosial. Sepertinya jokowi senang melihat gaduh dan perpecahan anak bangsa demi memikirkan dirinya dan dinastinya.
“Para pemuja ini tidak sadar diri, bahwa jokowi tidak akan menghargai ucapan pembelaan mereka. Nanti juga ditinggal sama jokowi kalau ada kasus yang mereka. Semestinya kalau mau intelek dikit untuk menjawab buku yang dibuat oleh DR Roy Suryo, DR Rismon Sianipar dan Dokter Tifauziyah Tyassuma yaitu Jokowi’s White Paper buat saja buku tandingan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Itu baru mendidik publik,” tambahnya lagi.
Dia menilai kelakuan para Termul itulah yang norak, dangkal dan tidak terdidik dengan membuat narasi tentang kalah Pilpres lah dan macam macam. Dengan tuduhan rendah dan tidak berkelas seperti itu, justru mereka para pemuja Jokowi ini belum move on dan tidak siap berdemokrasi. Yang dihadapi Jokowi saat ini bukan pendukung Anies atau Ganjar, yang kalah Pilpres, tetapi rakyat yang menyadari bahwa Jokowi terbukti menggunakan ijazah palsu.
Dia menduga sedang ada kegalauan terhadap nasib Jokowi di mana banyak orang yang mendesak supaya dia ditangkap dan diadili untuk pertanggungjawabkan perbuatan dia berkuasa selama 10 tahun banyak merugikan kehidupan rakyat. Saat ini Jokowi sudah terjepit diserbu dari semua penjuru sehingga mereka hanya bisa membela Jokowi seperti narasi kalah pilpres dan lain lain.
Justru, katanya, dia melihat sekarang ini yang membuat hubungan Presiden Prabowo dan Jokowi menjadi rumit karena faktor Gibran. Sejak terbongkarnya akun Fufufafa yang diyakini 99 porsen milik Gibran oleh pakar telematika DR Roy Suryo dan kasus ijazah Gibran yang tidak tamat SMA membuat reaksi publik semakin marah dengan menuntut segera memakzulkan Gibran.
“Kasus Gibran yang tidak tamat SMA dan Akun Fufufafa yang kasar dan tidak beretika itu membuat Presiden Parabowo menjadi tidak nyaman. Presiden rasanya lebih memilih desakan masyarakat ketimbang mempertahankan Gibran sebagai Wapres,” demikian Guntur Siregar. (DJP)