Daily News | Jakarta – Dalam konteks demokrasi, ketika ada aspirasi dari masyarakat, termasuk para purnawirawan TNI yang notabene bagian dari rakyat, DPR seharusnya mendengar dan menindaklanjutinya secara konstitusional.
Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dilontarkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI masih menuai respons beragam dari partai politik di DPR RI. Namun, belum terlihat gerak nyata dari parlemen untuk menindaklanjuti usulan tersebut secara serius.
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Muhammad Chirzin, menyatakan bahwa sikap DPR yang terkesan pasif perlu menjadi perhatian publik. “Dalam konteks demokrasi, ketika ada aspirasi dari masyarakat, termasuk para purnawirawan TNI yang notabene bagian dari rakyat, DPR seharusnya mendengar dan menindaklanjutinya secara konstitusional,” ujar Prof. Chirzin kepada KBA News, pada Rabu, 10 Juni 2025.
Menurutnya, peran parlemen sangat sentral dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di negara demokratis. “Jika DPR tidak menunjukkan respons yang memadai terhadap wacana ini, publik bisa menilai adanya ketidakseimbangan antara aspirasi rakyat dan kepentingan politik tertentu,” lanjutnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum membaca surat usulan pemakzulan dari Forum Purnawirawan. Partai lain juga belum menunjukkan sikap tegas, menandakan bahwa isu ini belum menjadi prioritas utama di lingkungan DPR.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Chirzin menilai adanya tiga kemungkinan penyebab parlemen lamban merespons isu ini: kurangnya perhatian terhadap gejolak di masyarakat, fokus pada isu lain yang dianggap lebih mendesak, atau belum ada dukungan politik yang cukup di internal parlemen.
Tokoh Forum Kebangsaan Yogyakarta ini menyarankan beberapa langkah strategis jika masyarakat sipil ingin mendorong pemakzulan Gibran agar benar-benar dibahas. Di antaranya adalah kampanye publik melalui media dan demonstrasi, pengumpulan bukti yang kuat, advokasi langsung ke parlemen, serta keterlibatan organisasi masyarakat sipil dan tokoh akademik.
“Satu langkah konkret adalah pernyataan sikap terbuka dari Dewan Guru Besar Seluruh Indonesia. Pernyataan itu bisa dibacakan langsung di depan Istana Negara atau Gedung DPR untuk menunjukkan keseriusan dan kredibilitas akademisi,” jelasnya.
Prof. Chirzin menegaskan bahwa keterlibatan intelektual dan akademisi dalam isu-isu strategis nasional adalah bagian dari demokrasi. “Kita tidak boleh hanya menjadi penonton. Ketika konstitusi dipertaruhkan, seluruh elemen masyarakat harus bersuara,” ujarnya menutup wawancara.
Isu pemakzulan Gibran tampaknya masih jauh dari meja legislasi, tetapi sorotan dari akademisi seperti Prof. Chirzin menunjukkan bahwa wacana ini tidak bisa begitu saja diabaikan. Dalam sistem demokrasi yang sehat, suara rakyat, baik melalui demonstrasi maupun pernyataan akademik, mesti menjadi pertimbangan utama lembaga perwakilan. (AM)