Daily News | Jakarta – Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi) masuk dalam daftar pemimpin terkorup versi Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Hal ini dinilai sebagai kesempatan bagi Presiden Prabowo Subianto untuk membuktikan komitmennya dalam memberantas korupsi seperti yang dia janjikan saat kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu.
Selama masa kampanye Pilpres 2024, Prabowo selalu berbicara dengan tegas untuk memberantas korupsi tanpa tebang pilih. Jadi, masuknya nama Jokowi dalam daftar OCCRP bisa menjadi salah satu pembuktian kepemimpinan Prabowo membersihkan penyakit korupsi di negara ini yang telah berakar dan menyebar ke berbagai sektor, ibarat peneyakit kanker akut.
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas mengatakan, Prabowo sebagai pemimpin negara seharusnya berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengembalikan citra Indonesia di mata dunia. Sebab, dengan masuknya nama Jokowi sebagai pemimpin terkorup telah mencoreng nama negara.
“Komitmen Presiden Prabowo adalah memberantas korupsi dan tidak akan pernah takut terhadap koruptor. Jadi ini juga bisa menjadi bukti bahwa program Pak Prabowo itu bukan hanya omon-omon belaka, bukan hanya janji manis,” ujar Fernando kepada KBA News, Selasa, 21 Januari 2025.
Menurut Fernando, pemerintah harus bertindak dan mengusut tuntas laporan yang dirilis oleh OCCRP tentang Jokowi. Seluruh instansi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, hingga Kejaksaan Agung (Kejagung) harus bertindak mencari berbagai bukti terkait temuan tersebut.
Aparat penegak hukum tersebut tidak perlu menunggu ada laporan dari masyarakat, tetapi bisa berinisiatif melakukan investigasi berbagai kemungkinan praktik korupsi yang dilakukan oleh Jokowi. Indikatornya telah gamblang diungkap oleh OCCRP.
“Jadi beliau (Prabowo) bisa meminta kepada KPK ataupun Kejaksaan untuk menindaklanjuti laporan OCCRP tersebut,” lanjut Fernando.
Masuknya nama Jokowi dalam laporan OCCRP merupakan bagian dari kontroversi kebijakan yang dilakukan semasa jabatan. Mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), hingga cawe-cawe dalam proses Pemilu 2024.
Hal tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi pemimpin negara di masa depan untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan.
“Ini juga bisa menjadi pembelajaran untuk kepemimpin ke depan, agar tidak mudah memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya atau menguntungkan pribadi, keluarga, dan kelompoknya,” pungkas Fernando. (DJP)