Daily News | Jakarta – Pengetatan regulasi dan edukasi masyarakat menjadi dua langkah penting dalam mengatasi masalah politik uang yang semakin merajalela di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Dimyati, M.Si., Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), yang menilai bahwa politik uang telah menjadi ancaman serius bagi demokrasi, terutama di era pemerintahan Joko Widodo.
“Fenomena ini tidak hanya merusak kualitas kepemimpinan, tetapi juga memperkuat korupsi sistematis dalam pemerintahan,” katanya saat dihubungi KBA News, Rabu, 16 Oktober 2024.
Prof. Dimyati menjelaskan bahwa regulasi yang lebih ketat sangat diperlukan untuk menekan politik uang, yang telah membayangi proses Pemilu sejak pasca Reformasi hingga 2024.
“Regulasi tegas diperlukan untuk mencegah politik uang, namun selama ini peraturan yang ada sangat lemah,” ungkapnya.
Di sisi lain, edukasi masyarakat harus menjadi prioritas untuk mengubah pola pikir pemilih agar memilih berdasarkan kualitas kandidat, bukan imbalan finansial. Memang mengubah pola pikir masyarakat, terutama di kalangan yang kurang mampu secara ekonomi, bukanlah hal yang mudah.
“Masyarakat harus disadarkan agar memilih berdasarkan kualitas calon, bukan karena imbalan uang. Pendidikan politik ini harus terus dilakukan, meskipun tantangannya sangat besar, terutama di kalangan masyarakat miskin,” katanya.
Dia menegaskan, dengan adanya pendidikan politik yang berkelanjutan, diharapkan masyarakat dapat lebih cerdas dalam memilih pemimpin, tidak hanya terpikat oleh uang, tetapi lebih kepada gagasan dan integritas kandidat.
Menurut dia, upaya menekan politik uang harus dilakukan. Pasalnya jika tidak dampaknya ke depan semakin membahayakan. Salah satu dampak paling merusak dari politik uang adalah munculnya pemimpin berkualitas rendah.
“Pemimpin yang terpilih melalui politik uang biasanya tidak memiliki visi yang jelas atau kemampuan yang memadai untuk memimpin. Mereka dipilih bukan karena ide atau gagasan, tetapi karena uang yang mereka keluarkan,” terangnya.
Hal ini mengakibatkan kepentingan pribadi dan kelompok lebih diutamakan dibandingkan kepentingan masyarakat luas. Selain itu, politik uang juga memperkuat budaya korupsi di kalangan pejabat publik. “Praktik ini memperparah budaya koruptif dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ungkapnya. (EJP)