Daily News | Jakarta – Masyarakat pelaku dan mengamat politik Indonesia menyambut baik dan gembira atas Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyangkut keharusan Capres mendapat dukungan dari partai atau gabungan partai yang mempunyai sekurang-kurangnya 20 persen suara di DPR-RI. Itu merupakan langkah bersejarah yang dibuat oleh MK membatalkan Ambang Batas Pencalonan Presiden itu (Presidential Threshold).
Jurubicara Anies Baswedan yang juga mantan anggota DPR-RI Sahrin Hamid menyatakan hal itu, Jum’at, 3 Januari 2025. “Kita menyambut baik keputusan MK itu, merupakan bukti bahwa lembaga itu sudah berubah pikiran dan menganggap ketentuan tersebut sudah tidak sesuai dan relevan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.”
Sebagaimana diketahui, usulan uji materi (judicial review) itu berkali-kali diajukan masyarakat sipil pegiat demokrasi. Tetapi MK selalu menolaknya, dengan alasan antara lain yang mengajukan gugatan tidak mempunyai legal standing (alasan hukum) untuk menggugat. Tidak kurang pakar tata negara Reffly Harun dan Pengamat Politik Tenak Rocky Gerung mempertanyakan alasan penolakan MK itu. Sampai sebelum MK menghapus pasal itu, mereka tetap memeprjuangoan PT 0 persen.
Menurut Sahrin, keputusan MK itu menjadi harapan rakyat selama ini. Ambag batas itu menghambat majunya kader-kader terbaik bangsa untuk menawarkan diri menjadi pemimpun. PT itu telah memberikan presede buruk bagi perkembangan demokrasi di tanah air. “Sehingga putusan ini menjadi kado tahun baru dari Majelis Hakim MK,” katanya.
Kepentingan masa depan
Dia menilai, putusan MK ini sangat baik dan berpikir untuk kepentingan masa depan. “Menurut saya, Putusan ini memperbaiki kualitas demokrasi kita karena ambang batas itu selama ini telah membatasi akses rakyat untuk mencalonkan diri serta membatasi akses rakyat memperoleh pemimpin bangsa yang lebih baik.”
Dalam pendapatnya, ?MK telah meminimalisir cengkraman kartel politik dan oligarki bagi Pilpres kita di masa depan. Sekarang ini sangat terasa bahwa dengan kekuatan uang, mereka itu secara kasar menentukan siapa yang akan jadi Capres. Tentu saja dengan kriteria calon itu tidak mengganggu kepentingan bisnis dan kelangsungan cengkraman mereka atas negara ini.
Dengan putusan ini, katanya, MK telah meneguhkan secara positif potensi kepemimpinan bangsa akan datang serta memberikan tempat bagi potensi berkembangnya anak bangsa yang memiliki kualitas, kredibilitas dan intelektualitas yang memadai. Semua itu akan membuat seleksi alami bagi kepemimpinan nasional di masa depan.
Keputusan MK itu juga aka mendorong meritokrasi dan netralitas dalam pemerintahan. “Sistim pilpres yang demokratis harus didukung oleh netralitas aparat negara. Karena itu, netralitas negara harus tetap menjadi prioritas agar pilpres jurdil dapat tercapai. Dalam aspek itulah kita menilai putusan MK tersebut,” demikian Sahrin Hamid. (DJP)
Discussion about this post