Daily News | Jakarta – Satu-satunya hal yang bisa membuat mereka bertahan (Koalisi Permanen) saat ini adalah adanya tekanan melalui kasus-kasus hukum. Jadi, hanya itu yang bisa membuat koalisi menjadi permanen, diikat dengan kasus dan kepentingan.
Presiden Prabowo Subianto berencana membentuk Koalisi Permanen yang melibatkan partai politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM). Wacana ini menandakan bahwa Prabowo telah bersiap untuk Pilpres 2029, meski saat ini baru 100 hari menjabat sebagai presiden.
Menurut Aktivis Demokrasi Banyumas, Slamet Sudarso, koalisi permanen tentu tidak dilarang. Pola ini sebelumnya telah diterapkan oleh pemerintahan Jokowi. Namun, menurutnya, membahas koalisi permanen pada tahap awal pemerintahan masih terlalu dini.
“Justru dalam mencalonkan seseorang menjadi presiden, kita bisa melihat bagaimana kinerjanya terlebih dahulu. Ini baru 100 hari Prabowo menjabat, tetapi sudah bicara soal koalisi permanen. Jangan-jangan ini dilakukan karena Jokowi menginginkannya,” katanya saat dihubungi KBA News, Kamis, 27 Februari 2025.
Mantan politisi PDIP ini mengungkapkan bahwa koalisi permanen bisa terwujud jika ada kepentingan yang sama, baik secara ideologi maupun kepentingan lainnya. “Namun, satu-satunya hal yang bisa membuat mereka bertahan (Koalisi Permanen) saat ini adalah adanya tekanan melalui kasus-kasus hukum. Jadi, hanya itu yang bisa membuat koalisi menjadi permanen, diikat dengan kasus dan kepentingan,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa partai-partai bisa dikendalikan dengan cara ini, yang diawali dengan memanjakan tokoh-tokohnya. “Kejadian seperti ini sudah terlihat di era Jokowi, di mana seseorang dibiarkan melakukan korupsi selama mereka loyal atau patuh pada kekuasaan. Jika berseberangan, lalu dikriminalisasi,” ujarnya.
PDIP Melirik Anies Baswedan untuk Tandingi Koalisi Permanen Prabowo?
Pendiri Banteng Muda Indonesia (BMI) Banyumas ini tidak menampik bahwa wacana Koalisi Permanen itu memunculkan gagasan tandingan, di mana PDIP berpotensi mengajak Anies Baswedan untuk bekerja sama. “Benar bahwa kita melihat komunikasi antara kader PDIP dengan Anies, termasuk Ahok, belakangan ini tampak akrab,” ungkapnya.
Namun, kata dia, PDIP harus bersikap permanen dalam perlawanan terhadap rezim Jokowi, bukan sekadar negosiasi. “Publik menilai apa yang terjadi saat ini, termasuk pendukung Anies yang bertanya-tanya apakah PDIP benar-benar serius melawan Jokowi,” ujarnya.
“Bagi kami, tidak masalah. Selama itu bertujuan untuk melawan Jokowi, maka itu adalah teman kita. Itu prinsip yang dipegang oleh pegiat demokrasi, termasuk teman-teman pendukung Anies,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PDIP Banyumas.
Menurutnya, pertanyaan besarnya adalah apakah PDIP benar-benar serius dalam melawan Jokowi. “Jangan-jangan nanti Anies dan pendukungnya ditinggalkan di tengah jalan. Ini perlu disampaikan agar PDIP mendengar. Artinya, jika sungguh-sungguh, pegiat demokrasi dan relawan Anies akan mendukungnya. Jangan bersikap ‘ingah-ingih’ dalam bahasa Jawakalau berani, maju, tapi kalau tidak, ya tidak,” paparnya. (AM)
Discussion about this post